Jumat, Juli 5


Jakarta

Terdakwa Tony Budianto Sihite mengakui adanya perbaikan ketebalan dan penurunan jumlah pondasi bore pile pada proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II atau Tol Layang Mohamed bin Zayed (MBZ) tahun 2016-2017. Tony mengatakan kondisi itu tak sesuai dengan gambar basic design Tol MBZ yang dibuat PT Jasamarga Jalan layang Cikampek (JJC).

Tony merupakan Team Leader Konsultan perencana PT LAPI Ganesatama Consulting dan pemilik PT Delta Global Struktur pada proyek pembangunan Tol MBZ. Mulanya, Tony mengakui ada rekomendasi dari Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) terkait perbaikan ketebalan Tol MBZ.

“Yang bapak bicara itu adalah sesuai dengan temuan ini, bahwa pelaksanaan lapangan itu tidak sesuai dengan apa yang kami rencanakan, kurang tebal Pak yang dilaksanakan,” kata Tony saat diperiksa sebagai terdakwa sekaligus saksi mahkota dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Selasa (2/7/2024).


“Diperbaiki tidak? ditebalkan tidak?” tanya jaksa.

“Sehingga rekomendasi KKJTJ untuk 586 kami tahu itu dipertebal, sehingga dites, untuk yang lainnya, kami tidak tahu Pak karena kami perencana Pak,” jawab Tony.

Jaksa kemudian menanyakan terkait jumlah pondasi bore pile yang semula 9 berubah menjadi 8. Jaksa mencecar Tony apakah pengurangan itu berpengaruh pada kekuatan Tol MBZ.

“Kemudian terkait dengan adanya jumlah pondasi yang di dalam basic design menyebutkan 9,9, bore pile di dalam itu 9, di dalam perencanaan, saksi mengurangkan dari 9 menjadi 8, seluruh 1,1,1 sepanjang itu. Apa penyebab DED atau RTA yang saksi buat itu mengurang untuk kekuatan beton? berpengaruh tidak terhadap kekuatan beton yang dikurangi pondasi itu? Seharusnya 9, saksi merencanakan 9, seluruhnya dikurangi 1, berpengaruh tidak terhadap kekuatan?” cecar jaksa.

“Bahwa tadi balik lagi Pak, bahwa dokumen yang kami terima di dalam instruksi kepada penawar itu gambar basic design itu adalah referensi, spesifikasi umum itu adalah referensi, spesifikasi khusus itu referensi,” jawab Tony.

Ketua majelis hakim Fahzal Hendri lalu mengambil alih pertanyaan. Kemudian, Tony mengakui ada pengurangan jumlah pondasi bore pile dari 9 menjadi 8 pada Tol MBZ.

“Jadi supaya tidak panjang-panjang, saudara jawab saja apa yang ditanyakan,” kata hakim.

“Siap majelis,” jawab Tony.

“Terjadi ndak pengurangan?” tanya hakim.

“Iya Pak, setelah kami hitung,” jawab Tony.

“Ada pengurangan slob?” tanya hakim.

“Ada pengurangan jumlah fondasi setelah kami hitung dan mendapatkan data tanah di tempat yang bersangkutan, Yang Mulia. Jadi ini kan ada 700 tiang Pak dari mulai kilometer Cikunir sampai Karawang,” jawab Tony.

Tony menjelaskan pengurangan bore pile itu bukan dari perencanaan awal yang ia lakukan melainkan dari gambar basic design Tol MBZ dari PT JJC. Dia mengatakan pihaknya hanya menerima dokumen gambar basic design itu, lalu digunakan sebagai referensi dan kemudian melakukan perhitungan ulang.

“Ya dari perencanaan awal yang saudara lakukan, ada pengurangan. Itu pertanyaannya,” kata hakim.

“Tidak Yang Mulia, yang dimaksud jaksa penuntut umum dari gambar basic design Yang Mulia, bukan perencanaan awal kami,” jawab Tony.

“Memang ada pengurangan itu?” tanya hakim.

“Ya karena kami tidak tahu dasar mereka, kami menghitung sendiri Yang Mulia,” jawab Tony.

“Bukan arahan Saudara ada pengurangan itu?” cecar hakim.

“Bukan. Itu hasil hitungan kami Yang Mulia. Jadi gini Yang Mulia, tadi seperti yang kami sampaikan, mohon maaf Yang Mulia, bahwa dokumen yang kami terima, itu menyatakan bahwa gambar basic design, spek, dan lain-lain itu adalah referensi. Oleh karena itu kami harus melakukan perhitungan ulang, karena apa? kami harus mengambil data tanah di lokasi, kami harus mendesainkan sistem strukturnya. Jadi gambar basic design itu tidak kami pakai Yang Mulia, karena kami tidak tahu apa dasar mereka membuat, misalkan jumlah fondasi 9 karena basic design itu tidak ada hitungannya Yang Mulia, yang dimaksud jaksa penuntut umum,” tutur Tony.

Dalam kasus ini, mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan layang Cikampek (JJC) periode 2016-2020 Djoko Dwijono didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 510 miliar dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol layang MBZ tahun 2016-2017. Jaksa mengatakan kasus korupsi itu dilakukan secara bersama-sama.

Jaksa mengatakan kasus korupsi tersebut dilakukan Djoko bersama-sama dengan Ketua Panitia Lelang di JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional II PT. Bukaka Teknik Utama sejak tahun 2008 dan Kuasa KSO Bukaka PT KS Sofiah Balfas serta Tony Budianto Sihite selaku Team Leader Konsultan perencana PT LAPI Ganesatama Consulting dan pemilik PT Delta Global Struktur. Masing-masing dilakukan penuntutan di berkas terpisah.

“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 510.085.261.485,41 (Rp 510 miliar),” ujar jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 14 Maret lalu.

(mib/dwia)

Membagikan
Exit mobile version