Senin, Oktober 14


Jakarta

Rumah-rumah khas Betawi dengan kayu dan papan sudah semakin sedikit tergantikan oleh rumah-rumah tembok. Di antara yang sedikit itu ada di Setu Babakan.

Tepatnya, di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Di sana masih terdapat deretan rumah tradisional Betawi, yang disebut rumah gudang, bapang, joglo, atau rumah panggung, lengkap dengan kesenian dan budaya Betawi.

Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Betawi, Beki Mardani, mengatakan bangunan rumah Betawi semakin sulit karena perubahan Jakarta.


Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Betawi, Beki Mardani (Muhammad Lugas Pribady/detikcom)

Perkampungan Betawi yang semakin tergusur mengakibatkan rumah-rumah penduduk asli pun kian sulit dijumpai. Bukan hanya itu, tetapi tradisi-tradisi lainnya pun ikut tergeser imbas pesatnya pembangunan.

“Secara tidak sadar pembangunan-pembangunan yang ada itu sebetulnya ikut menggerus tradisi-tradisi masyarakat Betawi, yang sudah dilakukan secara turun-temurun. Akhirnya terbentuklah hal yang baru, mungkin kelompok masyarakat baru atau karena semakin beragam itu kan, semakin campur campur-bisa jadi orang Betawinya makin sedikit di situ kan yang mungkin dulu tradisinya kuat jadi semakin lemah,” kata Beki lalu kepada detikTravel pada 11 Oktober.

Kini, Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan menjadi penyelamat. Di reka cipta bangunan-bangunan khas Betawi di itu sekaligus bisa memberikan pengalaman baru bagi generasi muda yang belum pernah melihat bangunan asli Betawi dengan segala ornamennya.

Suguhan perkampungan khas Betawi bisa dinikmati di Zona C kawasan Setu Babakan, di area itu yang luas tanahnya sekitar 3,2 hektar membagi ketiga wilayah perkampungan. Pertama area Betawi Pesisir, Betawi Tengah, dan Betawi Pinggir.

Suasana yang disulap menyerupai Jakarta tempo dulu ini memberikan pengalaman yang nostalgia. Dan pengalaman baru untuk siswa-siswa sekolah atau generasi muda akan situasi perkampungan Betawi kala itu.

Terdapat tipe-tipe bangunan khas Betawi di area ini, beberapa di antaranya rumah joglo, bapang, kebaya, gudang, juga bobongkot.

“Jadi kalau rumah Betawi itu yang paling gampang mengenalinya adalah dari atap, kalau atapnya ke depan, ke belakang itu bapang. Nah kalau ini ke empat arah, depan, belakang, samping, kiri, samping, kanan itu limasan atau joglo,” kata Staf Satuan Pelaksana Edukasi, Informasi, dan Pelayanan di Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan (UPKPBB), Jaka Yuda, di lokasi.

“Itu (rumah) kebaya bedanya itu di samping kiri, samping kanan dia ada atap tambahan, sama kan dia ke depannya, ke belakang,” ujar Jaka sambil berkeliling.

Rumah tradisional Betawi di Setu Babakan, Jakarta Selatan (Muhammad Lugas Pribady/detikcom)

Berbeda untuk orang-orang dengan ekonomi tinggi atau yang dihormati kala itu, di halaman rumah bobongkot pasti memiliki saung atau gazebo. Bangunan itu sebagai tempat beristirahat para pengawal orang penting pemilik rumah.

“”Kan biasanya kalau saudagar atau juragan mereka datang pasti nggak sendiri, ada pengawal, ada bujang yang angkat barang. Nah begitu juragan masuk ke dalam (rumah), mereka diam di ininya (saung) di depan,” kata Jaka.

Selain bisa melihat rumah-rumah khas Betawi, di area ini juga terdapat beberapa bangunan lain seperti langgar atau mushola, sumur, toilet zaman dulu hingga kandang peliharaan seperti kambing, sapi, dan ayam.

(upd/fem)

Membagikan
Exit mobile version