Rabu, Januari 15

Jakarta

Sejak Bumi terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu, rotasi Bumi terus melambat secara gradual. Belakangan, perlambatannya menjadi lebih progresif.

Meski perlambatan rotasi bumi tidak disadari dalam urusan perhitungan waktu di planet ini, ternyata hal ini memberikan dampak pada ion. Paling signifikan adalah perpanjangan hari yang berhubungan dengan oksigenasi atmosfer Bumi.

Dalam studi yang dirilis 2021 silam di Nature Geoscience, disebutkan bahwa alga biru-hijau (atau cyanobacteria) yang muncul dan berkembang biak sekitar 2,4 miliar tahun lalu akan mampu menghasilkan lebih banyak oksigen sebagai produk sampingan metabolisme karena hari-hari Bumi bertambah panjang.


“Pertanyaan abadi dalam ilmu Bumi adalah bagaimana atmosfer Bumi mendapatkan oksigennya, dan faktor-faktor apa yang mengendalikan kapan oksigenasi ini terjadi. Penelitian kami menunjukkan bahwa laju perputaran Bumi — dengan kata lain, panjang harinya — mungkin memiliki efek penting pada pola dan waktu oksigenasi Bumi,” ahli mikrobiologi Gregory Dick dari Univesity of Michigan menjelaskan.

Mengapa rotasi bumi melambat?

Pertama, alasan putaran Bumi melambat adalah karena Bulan memberikan tarikan gravitasi pada planet kita. Ini karena Bulan secara bertahap menjauh.

Berdasarkan catatan fosil, hari-hari pada umumnya hanya berdurasi 18 jam pada 1,4 miliar tahun yang lalu. Ini setengah jam lebih pendek dari hari-hari saat 70 juta tahun yang lalu. Bukti menunjukkan bahwa kita bertambah 1,8 milidetik per abad.

Komponen kedua ialah sesuatu yang dikenal sebagai ‘Peristiwa Oksidasi Besar’. Ini terjadi ketika cyanobacteria muncul dalam jumlah yang sangat besar sehingga atmosfer Bumi mengalami peningkatan oksigen yang tajam dan signifikan. Tanpa oksidasi ini, para ilmuwan berpikir kehidupan seperti hari ini tidak mungkin tercipta.

Mengapa cyanobacteria bertambah banyak?

Masih ada segudang hal yang tidak kita ketahui tentang peristiwa ini. Sebut saja pertanyaan-pertanyaan seperti mengapa hal itu terjadi pada saat ini dan bukan pada suatu waktu di awal sejarah Bumi. Karena itu, dibutuhkan ilmuwan yang bekerja dengan mikroba cyanobacteria untuk menghubungkan hal tersebut.

Di Middle Island Sinkhole di Danau Huron, dapat ditemukan lapisan mikroba yang dianggap sebagai analog dari cyanobacteria yang bertanggung jawab atas Peristiwa Oksidasi Besar. Jadi ada cyanobacteria ungu yang fungsinya menghasilkan oksigen melalui fotosintesis, lalu ada mikroba putih yang memetabolisme sulfur. Mereka saling ‘bersaing’.

Pada malam hari, mikroba putih naik ke atas lapisan mikroba dan melakukan tugasnya mengunyah sulfur. Saat hari mulai terang, dan Matahari terbit cukup tinggi di langit, mikroba putih mundur dan cyanobacteria ungu naik ke atas.

“Sekarang mereka dapat mulai berfotosintesis dan menghasilkan oksigen,” kata geomikrobiologi Judith Klatt dari Max Planck Institute for Marine Microbiology di Jerman.

“Namun, butuh beberapa jam sebelum mereka benar-benar mulai beraktivitas, ada jeda yang panjang di pagi hari. Tampaknya, cyanobacteria bangun agak siang daripada orang yang bangun pagi,” tambahnya.

Nah, itu berarti jendela waktu siang hari di mana cyanobacteria dapat memompa oksigen sangat terbatas. Fakta ini menarik perhatian ahli kelautan Brian Arbic dari University of Michigan. Ia bertanya-tanya apakah perubahan panjang hari sepanjang sejarah Bumi berdampak pada fotosintesis.

“Ada kemungkinan bahwa jenis persaingan serupa antara mikroba berkontribusi pada keterlambatan produksi oksigen di Bumi purba,” jelas Klatt.

Untuk menunjukkan hipotesis ini, tim melakukan eksperimen dan pengukuran pada mikroba, baik di lingkungan alami maupun di laboratorium. Mereka juga melakukan studi pemodelan terperinci berdasarkan hasil mereka untuk menghubungkan sinar matahari dengan produksi oksigen mikroba, dan produksi oksigen mikroba dengan sejarah Bumi.

“Intuisi menunjukkan bahwa dua hari yang berdurasi 12 jam seharusnya sama dengan satu hari yang berdurasi 24 jam. Sinar matahari terbit dan terbenam dua kali lebih cepat, dan produksi oksigen mengikutinya secara bersamaan,” jelas ilmuwan kelautan Arjun Chennu dari Leibniz Centre for Tropical Marine Research, Jerman.

“Namun, pelepasan oksigen dari lapisan bakteri tidak demikian, karena dibatasi oleh kecepatan difusi molekuler. Pelepasan oksigen dari sinar matahari yang tidak kentara ini merupakan inti dari mekanisme tersebut,” sambungnya.

Hasil ini dimasukkan ke dalam model global kadar oksigen. Lalu, tim menemukan bahwa hari yang lebih panjang terbukti terkait dengan peningkatan oksigen Bumi.

(ask/afr)

Membagikan
Exit mobile version