Senin, Desember 16


Jakarta

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia sepanjang November mencapai US$ 24,01 miliar atau turun 1,70% dibandingkan Oktober 2024. Sedangkan nilai impor pada November mencapai US$ 19,59 miliar turun 10,71% dibandingkan bulan sebelumnya. Sehingga neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 4,42 miliar atau surplus 55 bulan berturut-turut.

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, pada November 2024 secara umum perubahan harga komoditas di pasar internasional terlihat bervariasi. Penurunan harga bulanan terjadi pada komoditas energi, logam mineral dan logam mulia di mana harga komoditas pertanian terlihat naik sekitar 1,75% yang didorong oleh peningkatan harga minyak kelapa sawit, kakao dan kopi.

“Pada November 2024 PMI manufaktur di beberapa negara mitra dagang utama menunjukkan pelemahan, sedangkan di Tiongkok dan India PMI masih berada di zona ekspansif,” kata Amalia, di Kantor BPS, Jakarta, Senin (16/12/2024).


Amalia mengungkapkan, di November 2024 nilai ekspor mencapai US$ 24,01 miliar yang turun sekitar 1,70% dibandingkan Oktober 2024. Nilai ekspor Migas tercatat senilai US$ 1,32 miliar atau turun 2,10% dan nilai ekspor non migas juga tercatat turun sebesar 1,67% dengan nilai US$ 22,69 miliar.

Kemudian, terjadi penurunan nilai ekspor November secara bulanan terutama didorong oleh nilai ekspor non migas terutama pada komoditas lemak dan minyak hewan nabati, bijih logam terak dan abu, tembaga dan barang daripadanya.

Namun demikian secara tahunan nilai ekspor November 2024 mengalami peningkatan sebesar 9,14%. Kenaikan ini didorong oleh peningkatan ekspor nonmigas terutama pada nikel dan barang daripadanya, mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, serta mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya.

Sementara itu kata Amalia, untuk ekspor non migas, pada November 2024 total ekspor non migas sebesar US$ 22,69 miliar yang Jika dirinci menurut sektor adalah sbb:

Sektor pertanian, Kehutanan dan Perikanan berkontribusi sebesar US$ 0,58 miliar, sektor pertambangan dan lainnya sebesar US$ 3,84 miliar dan sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar US$ 18,27 miliar.

Seluruh sektor mengalami penurunan secara bulanan. Penurunan nilai ekspor non migas utamanya terjadi pada sektor industri pengolahan yang turun sebesar 0,92% dengan andil sebesar -0,70%. Penurunan secara bulanan ini utamanya disebabkan oleh komoditas minyak kelapa sawit, tembaga, kendaraan bermotor roda empat atau lebih, serta bubur kertas.

“Secara tahunan semua sektor mengalami peningkatan. Peningkatan nilai ekspor nonmigas secara tahunan terutama didorong oleh kenaikan nilai ekspor industri pengolahan yang sebesar 13,88% dan memberikan andil sebesar 10,12%,” ungkap Amalia.

Ia menambahkan lagi, untuk ekspor komoditas non migas yang menjadi unggulan yakni, secara bulanan ekspor batu bara serta besi dan baja meningkat, sedangkan CPO dan turunannya mengalami penurunan. Secara tahunan ekspor besi dan baja serta CPO dan turunannya meningkat, sedangkan batubara mengalami penurunan.

Nilai ekspor batubara naik 3,83% secara bulanan dan turun 4,43% secara tahunan. Nilai ekspor besi dan baja naik 6,91% secara bulanan dan naik 5,12% secara tahunan. Untuk nilai ekspor CPO dan turunannya turun 11,76% secara bulanan dan naik 2,24% secara tahunan.

Amalia mengungkapkan lagi, secara kumulatif sepanjang Januari sampai November 2024 total ekspor pada periode januari sampai November 2024 mencapai US$ 241,25 miliar atau naik 2,06% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Ekspor nonmigas mencapai US$ 226,91 miliar atau naik 2,24%, sedangkan ekspor migas mencapai US$ 14,34 miliar yang turun sebesar 0,71%.

“Jika kita lihat menurut sektornya maka peningkatan nilai ekspor non migas secara kumulatif terjadi di sektor industri pengolahan dan pertanian yang menjadi pendorong utama atas peningkatan kinerja ekspor non migas Januari sampai November 2024 dengan andil masing-masing 3,40% dan 0,46%,” ungkap Amalia.

Ia menambahkan lagi, jika dilihat menurut negara dan kawasan tujuan utama ekspor, maka nilai ekspor non migas ke Tiongkok tercatat sebesar 54,44 miliar USD atau turun 3,76% dibandingkan Januari sampai November tahun lalu. Pada Januari sampai November 2024 ekspor non migas ke Amerika Serikat, India dan, Uni Eropa mengalami peningkatan. Sementara ekspor ke kawasan ASEAN mengalami penurunan.

Sementara itu, untuk total nilai impor pada November mencapai US$ 19,59 miliar atau turun 10,71% dari kondisi Oktober 2024. Impor Migas sebesar US$ 2,57 miliar atau turun 29,88% secara bulanan, sedangkan impor non migas senilai US$ 17,02 miliar, juga mengalami penurunan secara bulanan sebesar 6,87%.

“Penurunan nilai impor secara bulanan ini didorong oleh penurunan nilai impor non migas yang memberikan andil sebesar -5,72% dan penurunan nilai impor Migas dengan andil sebesar -4,99%,” ujar Amalia.

Amalia menambahkan lagi, secara tahunan nilai impor November 2024 meningkat sebesar 0,01%. Nilai impor Migas turun 26,32%, sementara non migas naik sebesar 5,71%. “Kalau kita lihat peningkatan nilai impor secara tahunan pada komoditas non migas ini didorong utamanya oleh peningkatan volume,” ucapnya.

Untuk impor menurut penggunaan kata Amalia, pada November 2024 seluruh jenis penggunaan barang impor mengalami penurunan secara bulanan. Secara tahunan barang konsumsi dan bahan baku penolong mengalami kenaikan, tetapi barang modal mengalami penurunan.

Secara bulanan nilai impor barang konsumsi turun sebesar 0,84%, kemudian bahan baku penolong yang menyumbang setidaknya 71,56% dari total impor November 2024 juga mengalami penurunan sebesar 11,97% secara bulanan. Barang modal juga secara bulanan mengalami penurunan sebesar 10,77%.

Secara tahunan nilai impor barang konsumsi naik 0,62%, bahan baku penolong naik 0,68%, sementara impor barang modal secara tahunan mengalami penurunan 2,90%.

“China masih menjadi negara utama asal impor non migas Indonesia dengan kontribusi sebesar 38,35% terhadap total impor nonmigas Indonesia. Impor non migas dari China mencapai US$ 6,53 miliar, kalau dibandingkan dengan bulan lalu ini nilainya lebih tinggi. Di tempat kedua dan ketiga adalah Jepang dan Amerika Serikat dengan share impor masing-masing sebesar 8,76% dan 4,47%. Nilai impor non migas dari kawasan uni eropa mengalami penurunan baik secara bulanan maupun tahunan,” ungkapnya.

Secara kumulatif total impor Indonesia mencapai US$ 212,39 miliar atau naik sebesar 4,74% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Peningkatan nilai ini terjadi baik untuk impor Migas maupun impor non migas.

Nilai impor bahan baku penolong secara kumulatif sebesar US$ 154,67 miliar atau naik sebesar 4,96% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Sementara itu jika kita lihat menurut negara utama asal impor, peningkatan nilai impor terjadi dengan China, Singapura dan ASEAN. Sementara impor Indonesia dari Jepang, Uni Eropa mengalami penurunan.

“Pada November 2024 neraca perdagangan barang mencatatkan surplus sebesar US$ 4,42 miliar yang naik sebesar US$ 1,94 miliar secara bulanan. Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 55 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” ungkapnya lagi Amalia.

Amalia menambahkan, surplus neraca perdagangan pada November 2024 ini lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan bulan yang sama pada tahun lalu. Kondisi surplus pada November 2024 ditopang oleh surplus pada komoditas non migas dengan komoditas penyumbang surplus utamanya adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta besi dan baja.

“Pada saat yang sama neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit US$ 1,25 miliar yang tentunya disumbang oleh hasil minyak maupun minyak mentah,” tutupnya.

(aid/rrd)

Membagikan
Exit mobile version