Rabu, Juli 3

Jakarta

Seorang peramal India memprediksi bahwa kiamat akan datang pada 29 Juni 2024. Ramalan kiamat itu kini terbukti meleset. Namun kita juga perlu tahu ada prediksi kiamat lain yang ilmiah menurut para ilmuwan.

Tanda kiamat atau kehancuran Bumi menurut ilmuwan, bukan perkara tanggal berapa tapi secara ilmiah mengukur tingkat keparahan pemanasan global yang membuat Bumi makin lama akan semakin tidak layak huni. Meski begitu, sejatinya tidak ada yang tahu pasti kapan Bumi akan berakhir.

Akan tetapi, dengan memperhatikan sejumlah aspek, para ilmuwan mencoba menghitung berapa lama lagi Bumi akan mampu bertahan. Menurut para ahli, Bumi akan menjadi tidak layak huni bagi sebagian besar organisme dalam waktu sekitar 1,3 miliar tahun karena evolusi alami Matahari.


Kematian Matahari

Salah satu faktor besar yang mempengaruhi eksistensi Bumi adalah evolusi dari Matahari.

“Bumi mungkin memiliki waktu 4,5 miliar tahun sebelum Matahari menjadi raksasa merah besar, kemudian menelan Bumi,” kata Ravi Kopparapu, ilmuwan planet di Goddard Space Flight Center, NASA, dikutip dari Live Science, Sabtu (29/6/2024).

Sang raksasa merah terbentuk pada tahap akhir evolusi bintang, ketika bintang tersebut kehabisan hidrogen untuk bahan bakar fusi nuklirnya dan mulai mati. Begitu fusi berhenti, gravitasi akan mengambil alih.

Inti helium akan mulai terkompresi karena gravitasi, yang akan menaikkan suhu. Lonjakan panas akan menyebabkan lapisan plasma terluar Matahari mengembang drastis.

“Matahari akan membengkak setidaknya sebesar orbit Bumi,” lanjut Kopparapu.

Bumi bisa ‘tamat’ lebih cepat

Tak harus menunggu 4,5 miliar tahun, Bumi bisa menyentuh titik akhir lebih awal. Ketika planet ini memanas saat Matahari bertransisi menjadi raksasa merah, lautan akan menguap dan atmosfer akan menghilang.

Kopparapu melanjutkan, sekitar 1,3 miliar tahun dari sekarang, manusia tidak akan mampu bertahan hidup secara fisiologis di Bumi. Ini dikarenakan kondisi panas dan lembab yang terus-menerus.

Dalam waktu sekitar 2 miliar tahun, lautan mungkin akan menguap ketika luminositas Matahari hampir 20% lebih tinggi dibandingkan sekarang.

Beberapa kehidupan mungkin bertahan, seperti ‘ekstriofil’ yang hidup di dekat ventilasi hidrotermal di dasar laut, tetapi tidak dengan manusia.

Wet-bulb temperatures atau suhu bola basah yang berbahaya yang menyebabkan manusia tidak dapat lagi mendinginkan tubuh dengan berkeringat, akan segera terjadi. Batas suhu bola basah bagi manusia pertama kali diprediksi sebesar 35°C, namun penelitian terbaru menunjukkan suhu bola basah serendah 30°C dapat mematikan.

Beberapa tempat di Bumi telah mencapai suhu bola basah melebihi 32°C pada beberapa kesempatan dan model iklim memperkirakan suhu 35°C akan menjadi peristiwa biasa di wilayah seperti Timur Tengah pada akhir abad ini. Intinya, gas rumah kaca yang kita miliki telah mengancam kehidupan dan masyarakat Bumi jauh sebelum Matahari mati.

“Jika kita berbicara tentang kehidupan manusia, seratus tahun ke depan akan menjadi hal yang menarik,” pungkas Kopparapu.

(rns/fay)

Membagikan
Exit mobile version