Rabu, September 18


Jakarta

Istilah ‘tone deaf’ belakangan viral di media sosial seiring dengan gaduhnya kemungkinan hasil rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI terkait RUU PIlkada yang dinilai bisa ‘menganulir’ putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sontak potongan video dan gambar ‘Peringatan Darurat’ yang menggambarkan kegentingan situasi ramai-ramai disebarkan di banyak media sosial.

Namun, adapula beberapa orang yang memilih tidak membagikan ulang atau ikut bersuara.

“Ya terus gue harus ngapain org gatau apa-apa..” lo bisa. Please bgt jangan TONE DEAF. This is YOUR COUNTRY and YOUR VOICE MATTERS. Gausah sok sok gabisa krn even the important and the privileged can knp lu gabisa? Look at information and EDUCATE yourself,” cuit salah satu warganet.


“Ntar kalo RUU penyiaran sah, jangan nangis ngeluh-ngeluh lu pada yak. Makan tuh tone deaf,” keluh netizen lain.

Pandangan Tone Deaf secara Psikologis

Tone deaf adalah bentuk perilaku seseorang yang sengaja untuk menutup diri, serta tidak ingin mengetahui perasaan orang lain.

Menurut psikolog klinis Ella Titis Wahyuniansari menilai terhambatnya seseorang bersosialisasi dengan lingkungan akibat sifat tone deaf ini akan menimbulkan masalah psikis tersendiri.

“Ketika saya tidak peduli dengan lingkungan, saya mengacau dan apa sebagainya. Kemudian itu membuat saya terhambat dalam lingkungan, maka itu akan menjadi permasalahan psikis. Perilaku saya tidak bisa diterima masyarakat,” katanya saat dihubungi detikcom Kamis (22/8/2024).

Terkait permasalahan psikis yang bisa disebabkan oleh tone deaf, Ella mengatakan hal ini bisa diatasi secara perlahan. Salah satunya adalah dengan mulai peka dan membuka diri terhadap lingkungan.

“Kita harus bisa mulai membuka telinga, membuka mata, melatih diri kita bahwa orang lain itu juga punya perasaan. Kita mulai membentuk empati,” katanya.

Selain itu, mereka yang menyadari bahwa dirinya memiliki sifat tone deaf disarankan oleh Ella untuk mulai menempatkan dirinya bila berada di posisi orang lain.

“Kalau misalnya saya ada di posisi dia, mau nggak sih saya diperlakukan seperti ini, sehingga kita akan bisa berpikir sebelum kita melakukan tindakan,” tutupnya.

(dpy/naf)

Membagikan
Exit mobile version