Rabu, Februari 12

Jakarta

Ramai adanya cancel culture oleh netizen Indonesia terkait dengan pemutaran film ‘A Business Proposal’ Indonesia. Namun, sejatinya warga +62 adalah pemaaf.

detikINET meminta pendapat dari Enda Nasution pengamat media sosial sekaligus Koordinator Bijak Bersosmed. Menurut dia, karakter netizen Indonesia sebenarnya adalah pemaaf.

“Selain bahwa kita juga netizen Indonesia gampang marah, sebenarnya netizen Indonesia juga pemaaf. Jadi kalau misalnya melakukan klarifikasi atau minta maaf lalu kemudian ada hal lain yang positif yang bisa ditunjukkan, mungkin banyak kok masyarakat atau fans yang mau tetap mendukung dan tidak memboikot karyanya,” jelasnya melalui pesan singkat, Senin (10/2/2025).


Dari mana budaya cancel culture bermula, apakah memang budaya kita? Menurut Enda, cancel culture sejauh pemahamannya bermula di Amerika Serikat.

“Setahu saya pada saat saat itu ada gerakan yang namanya Me Too movement ketika banyak para perempuan yang mengalami pelecehan seksual akhirnya speak up. Ternyata banyak figur dan tokoh di dunia entertainment di Amerika yang punya perilaku yang dianggap melecehkan. Cancel culture ini berlaku pada saat itu ke mereka,” ujarnya.

Salah satu yang mendapatkan cancel culture besar adalah aktor Bill Cosby. Walaupun dia seorang kulit hitam yang pionir di dunia entertainment Amerika, ternyata setelah puluhan tahun ketahuan bahwa dia melakukan ruda paksa dengan menggunakan obat tidur ke puluhan perempuan. Hingga sekarang, karya-karyanya dan dirinya sendiri juga mengalami cancel culture.

Lebih lanjut, Bapak Blogger Indonesia ini menyebut cancel culture bisa dianggap sebagai anjing penjaga para seleb atau dunia hiburan agar tidak ada yang berlaku seenaknya, arogan atau sombong. Bahkan juga termasuk kepada para fansnya.

“Saya rasa juga teman-teman selebriti dan public figure pun sadar tentang hal ini. Jadi mereka juga menghindari untuk berkata yang sifatnya mungkin ofensif terhadap ras, agama, karena mereka juga takut kalau sampai harus kena cancel saja dari netizen. Terutama kalau kata-katanya ini disampaikan dalam bentuk yang bisa diputar ulang gitu berupa video,” lanjutnya.

Karena itu, Enda mengingatkan agar semua orang dapat berhati-hati dalam bersikap, apalagi jika ada kamera yang berputar. Bukan tidak boleh beropini, tapi diharapkan kita semua dapat bicara sesuai kapasitas dan tidak dapat diinterpretasikan seperti merendahkan orang lain, sombong, apalagi melecehkan.

Apalagi ketika cancel culture sudah terjadi, tentu dampaknya luas. Banyak pihak dirugikan, bukan si individu selebritinya saja, tapi seluruh support system-nya ikut merugi.

“Cuma dalam hal ini, ketika itu sudah terjadi memang kadang-kadang emosi netizen susah dikendalikan,” kata Enda.

Terkait dengan aksi boikot atau cancel culture terhadap film ‘A Business Proposal’ versi Indonesia, Abidzar Al Ghifari pemeran utamanya pun sudah mengucapkan permintaan maaf kepada penggemar A Business Proposal.

“Saya memohon maaf untuk semua yang telah tersakiti atas sikap, perbuatan dan ucapan saya yang salah. Terima kasih buat kalian semua sudah memberikan saya pelajaran yang sangat berharga. Hal ini menjadi pembelajaran yang besar untuk saya dalam berproses menjadi seseorang yang dewasa dan bijaksana,” tulis Abidzar.

(ask/fay)

Membagikan
Exit mobile version