Senin, Oktober 7


Jakarta

Pembangunan beach club di kawasan Pantai Krakal, Ngestirejo, Tanjungsari, Gunungkidul, Yogyakarta disorot. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebut perizinan dan konservasi.

Dikutip dari situs pemda DIY, Sultan mengatakan tidak ada komunikasi dari Pemkab Gunungkidul terkait pembangunan beach club yang salah satu investornya Raffi Ahmad itu, hingga dia mundur pada Selasa. Sultan memastikan karena berada di kawasan Gunungkidul, izin dan kewenangan pembangunan beach club itu menjadi tanggung jawab Bupati Gunungkidul.

Sultan mengatakan perlu dikaji lebih jauh pembangunan tersebut, apakah berada di kawasan karst yang dilindungi atau tidak, juga wajib mempertimbangkan berbagai aspek lainnya.


“Kalau pembangunan di Karst Geologi Gunungkidul yang dilindungi tidak mungkin dan hal-hal seperti itu mestinya harus dilakukan kajian. Kalau diizinkan bangun di karst yang dilindungi, itu jelas salah,” kata Sri Sultan pada Kamis (13/06) di Bangsal Kepatihan, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta.

Sultan menegaskan di kawasan karst yang merupakan cagar budaya, tidak boleh ada bangunan. Aturan tersebut tidak bisa ditawar, sesuai dengan Permen No. 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan.

Kawasan bentang alam karst merupakan kawasan lindung geologis sebagai bagian kawasan lindung nasional. Artinya manfaat pemanfaatannya tidak boleh berpotensi merusak kawasan bentang alam karst itu sendiri.

“Mestinya kan tidak boleh kawasan itu untuk ada bangunan,” Sultan menegaskan.

Senada dengan Sri Sultan, Sekda DIY Beny Suharsono mengatakan rencana investasi harus dilihat secara detail peruntukan dan rencana tata ruang wilayahnya. Terpenting, wajib mempertimbangkan aspek lingkungan dan manfaatnya bagi masyarakat. Pun, dampak terhadap lingkungan tidak boleh diabaikan.

“Keputusan tentang investasi daerah disebut sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah kabupaten setempat. Namun perlu diketahui investasi harus menjunjung banyak hal. Makanya desain pariwisata di DIY kan pariwisata yang berbudaya. Saya tidak melihat atas tidak jadinya investasi, tetapi memang Yogya harus dilihat sampai ke arah sana,” kata Beny pada Rabu (12/6) di Kompleks Kepatihan.

Belum ada komunikasi dengan calon investor maupun Pemkab Gunungkidul terkait pembangunan beach club. Namun Beny menegaskan, investor pemberian izin kepada investor harus jeli. Perlu dipastikan pula, segala sesuatunya harus sesuai AMDAL. Proses AMDAL inilah yang wajib diikuti dan tidak boleh diabaikan.

“Pemda DIY terbuka dengan kucuran dana swasta untuk mendukung pengembangan dan akselerasi ekonomi wilayah. Namun harus disesuaikan dengan karakteristik dan aturan di DIY. Tidak mungkin pergerakan ekonomi tanpa didukung investasi, namun investasinya harus yang memang sesuai dengan kebutuhan DIY,” ujar Beny.

Deputi Direktur Walhi Yogyakarta, Dimas R Perdana menyatakan, sudah ada pernyataan dari Raffi Ahmad yang mundur pada proyek tersebut. Namun rencana pembangunan tersebut adalah konsorsium dan banyak pihak yang terlibat, jadi bukan hanya sang artis.

“Meski Raffi mundur belum tentu pembangunannya batal. Makanya harus dicermati soal pembangunannya, harusnya proyek yang dibatalkan dan kami akan kawal bersama jaringan lain,” kata dia.

Menilik dari kajian awal yang dilakukan Walhi Yogyakarta, rencana pembangunan beach club ini dipastikan berpotensi merusak kawasan karst. Aktivitas yang dilakukan akan mengganggu ekosistem aliran air dan habitat banyak hewan. Pemkab Gunungkidul harus benar-benar memastikan untuk melakukan pengkajian ulang terhadap rencana pembangunan tersebut.

“Masyarakat disana sudah kesulitan air. Air banyak tapi aksesnya susah, agar air tetap aman di sana itu perlu bentuk karst yang stabil. Ketika dipotong atau dikurangi akan berpengaruh terhadap ketersediaan air yang bisa dimanfaatkan masyarakat,” dia menambahkan.

Simak Video “Proyek Beach Club Gunungkidul
[Gambas:Video 20detik]
(fem/fem)

Membagikan
Exit mobile version