Jumat, Oktober 25

Jakarta

Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menyebut Indonesia kaya karunia dari Tuhan, banyak tanaman yang jadi sumber energi. Hal ini diungkapnya dalam pidato usai dilantik di Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2024).

“Kita diberi karunia oleh Tuhan Maha Besar. Tanaman-tanaman yang membuat kita bisa tidak tergantung bangsa lain. Tanaman-tanaman seperti kelapa sawit, bisa menghasilkan solar dan bensin. Kita juga punya tanaman-tanaman lain seperti singkong, tebu, sagu, jagung dan lain-lain,” ujar Prabowo.

Beberapa waktu lalu, detikINET sempat berbincang dengan Guru Besar Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Deendarlianto. Menurutnya, Indonesia berpotensi besar jadi produsen bioetanol.


“Bioetanol berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti singkong, sorghum, kemudian juga tebu. Melihat tumbuhan tersebut kan, mudah juga ditanami di lahan-lahan kritis, jadi sebenarnya potensi Indonesia menjadi produsen bioetanol sangat tinggi,” ujarnya.

Dari segi sumber daya manusia, lulusan S3 University of Tokushima, Jepang, tersebut pun mengatakan bahwa Indonesia sudah memilikinya. Penerapan teknologinya juga tak sulit.

Meski begitu, perlu dipastikan lagi apakah tanaman yang diteliti, contohnya sorghum, bersifat local dependent atau tidak. Artinya, apakah sorghum yang ditanam di satu daerah memiliki kandungan yang berbeda dengan sorghum yang ada di daerah lainnya.

“Tapi saya rasa itu tidak sulit, toh? Itu lebih ke riset implementatif saja. Konsepnya sudah terpenuhi,” katanya.

Dari segi biaya, bioetanol dianggap masih bisa bersaing, meski tidak bisa juga dibilang ekonomis. Maka dari itu, dukungan insentif yang diberikan pemerintah kepada masyarakat yang ingin beralih menggunakan bioetanol akan membantu mengatasi tantangan tersebut.

Prof Deen beranggapan bioetanol menyimpan lebih banyak manfaat ketimbang kerugian. Pertama, ini akan mengurangi impor bahan bakar dari luar negeri. Kedua, tentunya perkembangan industri bioetanol bisa meningkatkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

“Teknologinya nggak sulit kok, mudah. Soal SDM, teknologi risetnya, kita sudah bisa menguasai. Sekarang itu soal pertaniannya. Masyarakat kita kan terbiasa misalnya Bertani, dapat uang, makan. Kalau kita mengembangkan bioetanol, pertanian kan akhirnya tidak boleh ada stop produksi. Artinya petaninya diubah mentalnya jadi seorang industrialis. Sosial itu yang perlu kita bangun, mindset shifting namanya,” tegasnya.

(ask/afr)

Membagikan
Exit mobile version