Sabtu, Maret 1


Jakarta

Pemerintah resmi melanjutkan kembali program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk 7 industri yang sebelumnya berakhir tahun lalu. Berbeda dengan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan skema baru dengan total 253 pengguna gas bumi tertentu.

Industri tersebut meliputi pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

Kebijakan HGBT ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu yang ditandatangani Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada Rabu, 26 Februari 2025.


Menurut Bahlil ada dua skema yang menentukan besaran HGBT, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.

“Sesuai arahan Bapak Presiden Prabowo, HGBT dibedakan berdasarkan pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar sebesar US$ 7 per MMBTU (million british thermal unit), dan untuk bahan baku sebesar US$ 6,5 per MMBTU,” terang Bahlil dikutip dari keterangan tertulis Kementerian ESDM, Sabtu (1/3/2025).

Menurut Bahlil, penetapan HGBT ini memberikan dampak bagi daya saing industri di dalam negeri dari sebelumnya menerima harga gas bumi tertentu pada kisaran US$ 6,75 – 7,75 per MMBTU. Kebijakan HGBT, sambung Bahlil, selaras dengan Peraturan Presiden Nomor 121 tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi untuk lebih mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi.

Pada sektor kelistrikan, Bahlil menerangkan kebijakan HGBT bertujuan untuk memastikan pasokan energi dengan harga yang lebih kompetitif. Dengan begitu, tarif listrik bisa tetap stabil bagi masyarakat dan beban subsidi energi bisa berkurang.

Implementasi kebijakan HGBT membantu mengurangi beban subsidi dan kompensasi listrik yang ditanggung Pemerintah. Dari 2020 hingga 2024, penghematan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik mencapai triliunan rupiah, dengan puncaknya pada 2022 sebesar Rp 16,06 triliun.

Selain itu, subsidi listrik juga berhasil ditekan, dengan penghematan terbesar sebesar Rp 4,10 triliun di tahun yang sama. Kompensasi listrik juga mengalami penurunan signifikan, mencapai penghematan tertinggi Rp13,09 triliun.

Secara keseluruhan, kebijakan ini tidak hanya meringankan anggaran negara, tetapi juga meningkatkan efisiensi biaya operasional PLN. Bahkan, di PT PLN Batam, dampak penghematan HGBT pada 2023 tercatat mencapai Rp 844,95 miliar.

Manfaat bagi sektor industri telah memberikan total manfaat ekonomi mencapai Rp 247,26 triliun pada 2020-2023. Dampak paling signifikan terlihat pada peningkatan ekspor sebesar Rp 127,84 triliun dan kenaikan penerimaan pajak Rp 23,30 triliun. Investasi juga tumbuh pesat mencapai Rp 91,17 triliun, mencerminkan kepercayaan investor yang semakin kuat.

Selain itu, kebijakan ini membantu efisiensi anggaran dengan mengurangi subsidi pupuk hingga Rp 4,94 triliun. Melalui kebijakan ini, Bahlil berharap sektor industri bisa lebih kompetitif di pasar global, membuka lapangan kerja baru, serta memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan membuat harga produk di dalam negeri lebih terjangkau bagi masyarakat.

“Ketentuan harga baru ini akan meningkatkan efisiensi biaya produksi industri dalam negeri serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” jelas Bahlil.

(hns/hns)

Membagikan
Exit mobile version