Minggu, Desember 22


Jakarta

Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% berlaku mulai 1 Januari 2025. Selaras dengan itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan merilis kenaikan harga barang usai terkena PPN 12%.

Ditjen Pajak menjelaskan, perubahan tarif PPN menjadi 12% merupakan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kenaikan PPN berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11%, kecuali beberapa jenis barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak.

Juga disebutkan, kenaikan tarif telah dilakukan secara bertahap, dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan kemudian dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Hal ini dimaksudkan agar tidak memberi dampak yang signifikan terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.


“Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% tidak berdampak signifikan terhadap harga barang dan jasa,” tulis Ditjen Pajak, dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (21/12/2024).

Ditjen Pajak pun memberikan simulasi perubahan harga barang dengan adanya kenaikan tarif PPN menjadi 12%. Contoh yang diberikan adalah TV dan minuman kemasan kaleng.

Untuk TV, misalnya pada Desember 2024 harga TV sebesar Rp 5.000.000. Atas pembelian tersebut, kena PPN 11% sebesar Rp550.000, sehingga total harga yang harus dibayarkan adalah Rp 5.550.000.

Saat PPN 12% pada 2025, harga TV yang tadinya Rp 5 juta, dikenakan tambahan harga dari PPN 12% yang senilai Rp 600 ribu. Alhasil harga yang harus dibayarkan konsumen menjadi Rp 5,6 juta.

Lalu untuk harga harga minuman bersoda pada 2024 sebesar Rp 7.000, kemudian kena PPN 11% senilai Rp 770. Dengan demikian, harga yang harus dibayarkan konsumen menjadi Rp 7.770.

Hitung-hitungan PPN 12%, kenaikan harga 0,9% Foto: Dok. Ditjen Pajak Kementerian Keuangan

Sementara ketika PPN telah naik menjadi 12% pada 2025, harga minuman soda yang tadinya Rp 7.000, kena PPN 12% senilai Rp 840. Hal ini membuat harga yang ditanggung konsumen menjadi Rp 7.840.

Di sisi lain, Ditjen Pajak atau DJP menilai bahwa kenaikan pajak ini tak sampai 1% atau tepatnya hanya 0,9% imbasnya terhadap kenaikan harga produk.

“Kenaikan PPN 11% menjadi 12% hanya menyebabkan tambahan harga sebesar 0,9% bagi konsumen,” tulisnya.

Ditjen Pajak juga menegaskan bahwa barang-barang kebutuhan pokok masyarakat akan diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN 0%. Beberapa yang termasuk di dalamnya antara lain sebagai berikut:

1) Barang kebutuhan pokok yaitu beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran

2) Jasa-jasa di antaranya jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum

3) Barang lainnya misalnya buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rusunami, listrik, dan air minum dan berbagai insentif PPN lainnya yang secara keseluruhan diperkirakan sebesar Rp 265,6 triliun untuk tahun 2025.

“Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11%, kecuali beberapa jenis barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak, yaitu minyak goreng curah ‘Kita’, tepung terigu dan gula industri,” tulis Ditjen Pajak.

Simak Video Menaker soal PPN Naik Jadi 12%: Dipastikan Tak Memberatkan Pekerja

[Gambas:Video 20detik]

(shc/hns)

Membagikan
Exit mobile version