Jakarta –
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merespons keluhan asosiasi ojek online (ojol) Garda Indonesia mengenai potongan aplikasi yang terlalu besar, yakni 30 persen. Mereka mengaku tak berhak melakukan teguran ke pihak aplikator.
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik (BKIP) Kemenhub Budi Rahardjo menjelaskan, pihaknya hanya berwenang memberikan rekomendasi batasan potongan dari aplikator. Namun, kebijakan lanjutannya tetap berada di tangan Kementerian Komunikasi Digital (Komdigi).
“Dulu peraturan dibuat karena ada kepentingan dengan transportasi, walaupun aplikator di bawah Komdigi. Maka kita ke Komdigi hanya memberikan rekomendasi agar Komdigi memberikan teguran kepada aplikator. Jadi Kemenhub tidak bisa secara langsung,” ujar Budi Rahardjo melalui keterangan resminya, dikutip Rabu (15/1).
Ojek online (ojol) Gojek dan Grab. Foto: Septian Farhan Nurhuda / detikOto
|
Kemenhub memiliki aturan batasan potongan perusahaan aplikator yang tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 tahun 2022 tentang Perdoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Moto yang Digunakan untuk Kepentingan Nasyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.
Budi membenarkan, ada permintaan dari komunitas ojol mengenai potongan aplikasi yang terlalu besar. Bahkan, pihaknya juga telah melalukan koordinasi terkait keluhan tersebut secara internal. Namun, Kemenhub tak bisa secara langsung mengumpulkan data di lapangan untuk kemudian direalisasikan menjadi kebijakan.
“Biasanya kita dapatnya dari mitra, mitranya aplikator. (Mengawasi perusahaan aplikasi) kita tidak punya kemampuan atau kewenangan, itu masuknya karena mereka di bawah kewenangan Komdigi,” ungkapnya.
Diberitakan detikOto sebelumnya, Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono protes, penghasilan ojol saat ini dipotong aplikator hingga 30 persen. Padahal, menurut aturan yang berlaku, potongan aplikasi semestinya tak boleh lebih dari 20 persen.
“Berulang kali kami protes keras atas potongan biaya aplikasi yang sudah sangat tidak manusiawi dan melanggar regulasi yang tercantum dalam Kepmenhub KP nomor 1001 tahun 2022, di mana potongan aplikasi maksimal 20 persen,” ujar Igun kepada detikOto.
“Namun, fakta yang terjadi di lapangan, potongan aplikasi yang diterapkan dua perusahaan besar melebihi 20 persen, bahkan hingga lebih dari 30 persen. Namun, tidak ada tindak lanjut sanksi dari regulator atau dari Kementerian Perhubungan,” tambahnya.
Kondisi tersebut, kata Igun, membuat penghasilan ojol semakin tipis. Sehingga, untuk menambah penghasilan, mereka terpaksa ‘kerja rodi’ dengan menghabiskan lebih banyak waktu dan tenaga.
“Akibat potongan yang besar, rekan-rekan pengemudi ojol memforsir jam kerja dan waktu istirahatnya dipakai untuk bekerja lebih keras agar pendapatannya bisa memenuhi nafkah harian,” kata dia.
(sfn/dry)