Minggu, Oktober 6


Solo

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Solo angkat suara terkait festival nonhalal yang menjadi polemik. MUI Kota Solo menegaskan bahwa kegiatan tersebut tidak dilarang.

Ketua MUI Solo, KH Abdul Aziz Ahmad, mengatakan bahwa MUI secara konkrit memberikan ruang untuk kegiatan sejenis untuk dilakukan dan diadakan sesuai ketentuan yang semestinya.

“Terkait paradigma yang terjadi di kota Surakarta mengenai event Kuliner Pecinan yang mengusung tema Festival Makanan Non-Halal, MUI Kota Surakarta tetap menghargai kemajemukan yang berbingkai azas kebhinekaan. MUI Kota Surakarta dalam hal ini tidak akan melarang, menghentikan, bahkan membredel kegiatan tersebut dan sejenisnya. Sepanjang telah memenuhi proses-proses yang semestinya, selain memenuhi kaidah hukum dan peraturan yang berlaku,” jelasnya melalui pernyataan sikap yang diterima detikJateng, Minggu (7/7/2024).


Lebih lanjut, menurutnya, perlu adanya standarisasi teknis dalam pelaksanaan event yang dituangkan dalam koridor Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas. SOP tersebut yakni setiap kegiatan yang dimaksud meskipun di mall perlu dilengkapi perizinan dari pejabat yang berwenang yakni Kepolisian dan Pemerintah Kota Solo.

“Sesuai jenis atau level kegiatan, tujuannya agar event tersebut menjadi sah atau resmi yang bukan hanya merupakan event yang dimaknai melekat menjadi bagian dari domain penyelenggara atau pengelola mall,” lanjutnya.

Ia menekankan agar kegiatan sejenis dilakukan di tempat yang khusus atau tertentu yang terpisah dari akses terbuka secara umum. Misalnya di gedung khusus atau mandiri.

“Bahwa apabila event diadakan di tempat akses umum, ruang terbuka yang mana menjadi tempat interaksi masyarakat umum seperti mall, pasar modern, hotel wajib dikemas sedemikian rupa menjadi lokasi khusus, terbatas dan terlindung, tidak terekspos secara vulgar. Misalnya di lantai atas, terpisah, atau akses terbatas,” bebernya.

Selain itu, lokasi dan tempat diadakannya event sejenis dikondisikan agar tidak mengganggu atau berpotensi mengganggu kenyamanan, ketertiban masyarakat secara umum.

“Event sejenis yang bertajuk makanan nonhalal, penyelenggara dan peserta wajib mempertimbangkan aspek limbah, residu, atau hal-hal lain yang berpotensi menimbulkan gangguan, ketidaknyamanan dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama,” ucapnya.

Baca artikel selengkapnya di detikjateng

(sym/sym)

Membagikan
Exit mobile version