Jumat, Juli 5


Jakarta

Peneliti utama dari Health Collaborative Center (HCC) Dr dr Ray Wagiu, MKK, FRSPH mengatakan efek mom shaming pada ibu bisa sangat besar. Tidak hanya pada mental bahkan bisa berefek ke kesehatan fisik.

“Pengaruhnya ke fisik karena kalau sudah kena mental karena mom shaming, itu risiko kena gangguan tidurnya itu bisa berkali-kali lipat, itu bisa kebawa-bawa dan memang ada studinya,” kata dr Ray dalam acara temu media di Jakarta Selatan, Senin (1/7/2024).

Berdasarkan riset yang dilakukan HCC pada Juni 2024 di seluruh Indonesia, sebanyak 7 dari 10 ibu di Indonesia pernah mengalami mom-shaming. Namun, yang lebih miris, mayoritas aksi mom shaming justru dilakukan orang terdekat seperti keluarga dan lingkungan rumah.


Sebanyak 50,6 persen ibu mengalami mom shaming dari anggota keluarga dan 29 persen juga dilakukan oleh lingkungan tempat tinggal dan kerja. Anggota keluarga yang dimaksud meliputi suami, orang tua, mertua, hingga kakak atau adik yang tinggal dalam satu rumah.

dr Ray mengatakan dua topik mom shaming yang paling sering ditudingkan kepada ibu berkaitan dengan cara asuh ketika anak sakit dan cara memberi makan pada anak.

“Paling sering itu kalau anak lagi sakit, itu setiap anak sakit ibu selalu menjadi pihak yang sering pertama kali disalahkan. Misalnya seperti ‘kenapa sih nggak diurus’ itu yang paling banyak,” kata dr Ray.

“Kemudian yang paling sering dikomentari itu cara memberikan anak makan. Itu menjadi concern terbesar, ibu menjadi merasa tidak didukung, apalagi kalau anak kurus itu seakan salah ibu dan itu masuk dalam mom shaming,” sambungnya.

Berdasarkan temuan HCC, masalah lain yang kerap menjadi ‘bahan’ mom shaming adalah penampilan fisik setelah melahirkan, keputusan untuk tidak menyusui, hingga keputusan bekerja ketika anak masih kecil.

“Yang harus dikoreksi itu narasinya, bagaimana cara saya menyampaikan sesuatu pada ibu terkait pola asuh anak, misalnya kurus, tapi tanpa menyinggung hati orang tua. Karena memang dampaknya itu besar,” katanya.

Menurut dr Ray, dalam hal pengasuhan anak, sebaiknya ibu diberikan dukungan, bukan kritik apalagi memperlakukan. Pihak keluarga sebagai orang paling dekat harus bisa menjadi ‘pelindung’ bagi ibu agar tetap nyaman dalam menjalankan pengasuhan pada anak.

Perlu diingat juga bahwa pengasuhan anak bukan hanya tugas dari ibu saja, melainkan juga dari ayah.

“Kalau soal pengasuhan itu harus di-support, tidak ada kritik dalam mengasuh anak, apalagi dipermalukan. Boleh nggak diperbaiki? Ya boleh tapi dalam bentuk support itu,” kata dr Ray.

“Perlu diingat parenting itu sangat subjektif, tapi perannya sangat besar dalam perkembangan anak. Contoh kasusnya beda, perlakuannya bisa beda. Kasusnya bisa unik pada masing-masing anak,” tandasnya.

(avk/naf)

Membagikan
Exit mobile version