Jakarta –
Muncul petisi meminta pemerintah segera membatalkan kenaikan PPN. Petisi ini sudah ditandatangani oleh 95 ribu orang lebih.
Dilihat detikcom, Kamis (19/12/2024), petisi ini dimulai oleh akun atas nama ‘Bareng Warga’. Petisi yang diberi judul ‘Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!’ itu dimulai sejak 19 November 2024.
Pukul 09.16 WIB petisi ini sudah ditandatangani 95.284 orang. Petisi ini mempetisi Presiden Republik Indonesia.
Bareng Warga mengatakan petisi ini dibuat karena adanya kenaikan pajak pertambahan nilai menjadi 12% per 1 Januari 2025. Menurutnya, kenaikan ini membuat masyarakat semakin kesulitan karena harga akan naik.
“Rencana menaikkan kembali PPN merupakan kebijakan yang akan memperdalam kesulitan masyarakat. Sebab harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik. Padahal keadaan ekonomi masyarakat belum juga hinggap di posisi yang baik,” ujar Bareng Warga dalam petisi tersebut.
Bareng Warga mencontohkan biaya hidup di Jakarta yang tidak sebanding dengan pendapatan masyarakat. Dia juga mengatakan kenaikan PPN ini bisa membuat daya beli masyarakat semakin merosot.
“Naiknya PPN yang juga akan membuat harga barang ikut naik sangat mempengaruhi daya beli. Kita tentu sudah pasti ingat, sejak bulan Mei 2024 daya beli masyarakat terus merosot. Kalau PPN terus dipaksakan naik, niscaya daya beli bukan lagi merosot, melainkan terjun bebas,” katanya.
“Atas dasar itu, rasa-rasanya Pemerintah perlu membatalkan kenaikan PPN yang tercantum dalam UU HPP. Sebelum luka masyarakat kian menganga. Sebelum tunggakan pinjaman online membesar dan menyebar ke mana-mana,” imbuhnya.
Sebelumnya, pemerintah memastikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini tidak berlaku untuk seluruh barang dan jasa.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kenaikan PPN jadi 12% penting untuk menjaga stabilitas perekonomian, perlindungan sosial sekaligus mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Hal ini diharapkan bisa terwujud melalui peningkatan pendapatan negara.
“Peningkatan pendapatan negara di sektor pajak itu penting untuk mendorong program Asta Cita dan prioritas Pak Presiden baik untuk kedaulatan dan resiliensi di bidang pangan dan kedaulatan energi,” kata Airlangga dalam Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi, di kantornya, Jakarta, Senin (16/12).
“Di samping itu juga tentu penting untuk berbagai program infrastruktur pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, dan juga program terkait dengan makanan bergizi,” sambungnya.
Airlangga juga menjamin bahwa kebijakan perpajakan ini menjunjung prinsip keadilan dan gotong royong dalam rangka menyejahterakan masyarakat. Beberapa stimulus pun digelontorkan untuk mendorong daya beli masyarakat, mulai dari pembebasan PPN untuk barang kebutuhan pokok hingga bantuan UMKM.
Selain itu, Airlangga menyebut kenaikan PPN menjadi 12% tidak sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah. Dia menjelaskan kenaikan PPN ada di dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tepatnya UU Nomor 7 tahun 2021.
Airlangga bilang mayoritas fraksi di DPR menyetujui pengesahan UU HPP, hanya Fraksi PKS yang menolak. Artinya, PPN bisa naik juga karena keputusan yang ada di DPR.
“Pertama PPN tahun depan kan yang tentukan itu UU, dan UU itu adalah hampir seluruh fraksi kecuali PKS, jadi yang tentukan bukan pemerintah kan,” sebut Airlangga di Lanud Halim Perdanakusuma, Selasa (17/12).
Lihat Video Menaker soal PPN Naik Jadi 12%: Dipastikan Tak Memberatkan Pekerja
[Gambas:Video 20detik]
(zap/imk)