Sabtu, November 30

Jakarta

Pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) bisa dilakukan di banyak aspek kehidupan, dan yang terbaru adalah tren membuat pacar menggunakan AI.

Namun konsep pacar AI ini dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya oleh mantan CEO Google Eric Schmidt. Menurutnya, tren membuat pacar yang sempurna menggunakan AI ini bisa meningkatkan kesepian dan memicu kelakuan obsesif.

Schmidt mengutarakan hal ini saat berbicara soal bahaya AI dan regulasinya di The Prof G Show dengan Scott Galloway. Ia menjelaskan soal tren yang sedang berkembang, di mana remaja bisa membuat pasangan romantis yang sempurna menggunakan AI, dan bahkan mereka bisa jatuh cinta pada AI ini.


“Ini adalah contoh yang pas untuk masalah yang tak bisa diduga dari teknologi yang ada,” kata Schmidt, seperti dikutip detikINET dari Techspot, Jumat (29/11/2024).

Schmidt membuat sebuah skenario di mana orang membuat pacar AI yang sempurna, baik segi visual maupun emosi. Hal ini berisiko membuat orang tersebut menjadi terobsesi dan hanya memikirkan AI.

“Ada banyak bukti kalau ini menjadi masalah untuk lelaki remaja. Di banyak kasus, jalan kesuksesan untuk pria muda menjadi lebih sulit karena edukasi mereka lebih rendah dibanding wanita saat ini,” tambahnya.

“Banyak jalan hidup tradisional untuk pria yang saat ini tak lagi ada, sehingga mereka mengalihkan perhatiannya ke dunia online untuk mendapat kenikmatan dan pendapatan,” jelas Schmidt.

Pernyataan Schmidt ini bukan tanpa dasar karena sudah ada contoh kasusnya. Pada Oktober lalu ada seorang ibu yang menggugat Character.ai atas kematian anak remajanya yang bunuh diri karena terobsesi dengan bot buatan perusahaan itu.

Korban menjadi tergila-gila dengan chatbot yang didasarkan pada karakter Daenerys Targayen dari Game of Thrones. Ia menghabiskan waktu berjam-jam di kamarnya untuk ‘ngobrol’ dengan chatbot tersebut.

Menurut Schmidt, remaja menjadi rentan terhadap bahaya AI karena emosinya belum berkembang secara penuh. Menurutnya orang tua harus lebih terlibat dalam aktivitas online anaknya. Meski ia pun mengakui tak banyak yang bisa dikontrol orang tua dari aktivitas online anak.

“Anda menghadapkan anak 12 atau 13 tahun di depan semua ini, dan mereka bisa mengakses semua hal baik ataupun buruk yang ada di dunia. Dan mereka belum siap untuk menghadapi ini,” jelasnya.


(asj/fay)

Membagikan
Exit mobile version