Jumat, Januari 10


Jakarta

Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) menilai insiden penggerudukan peribadatan mahasiswa di Setu, Tangerang Selatan (Tangsel) bisa saja dialami oleh agama minoritas lainnya di Indonesia. Oleh sebab itu PMKRI berharap Pemerintah serius dalam menyikapi tindakan-tindakan inteloran.

“Ini bukan persoalan salah satu agama, maupun suku. Tetapi hal ini bisa saja terjadi terhadap semua agama minoritas di daerah mayoritas. Maka hal ini harus menjadi perhatian serius pemerintah dan stakeholders agar tindakan intoleransi dan arogansi di negara yang beragam ini bisa teratasi,” kata Presidium Gerakan Kemasyarakatan PP PMKRI periode 2022-2024, Billy Claudio, dalam keterangan tertulis pada Selasa (7/5/2024).

Dia mengatakan semangat menjaga kebinekaan harus terus digaungkan. Billy menegaskan identitas Indonesia yang multikulturalisme, pluralisme dan toleransi.


“(Slogan, red) ‘Kita Bhinneka, Kita Indonesia’ harus tetap digaungkan agar semangat kebinekaan tetap terjaga, sehingga multikulturalisme, pluralisme dan toleransi yang menjadi identitas bangsa Indonesia mampu mempererat mozaik kebangsaan yang retak akibat ulah oknum-oknum yang mereduksi semangat kebinekaan,” ujar dia.

Billy juga menyinggung soal bunyi sila pertama dalam Pancasila. Billy menambahkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 juga menjamin kebebasan setiap warga beribadah.

“Dalam sila pertama itu sudah jelas ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’, yang artinya Bangsa Indonesia telah menyatakan kepercayaan dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu kerukunan hidup dan toleransi antar sesama umat beragama perlu dijaga,” tutur dia.

“Tidak boleh ada intervensi dan pemaksaan terhadap agama tertentu karena UUD sudah menjamin kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya,” tambah Billy.

Berikut 6 poin sikap PMKRI menyikapi kasus penggerudukan peribadatan mahasiswa di Tangsel:

1. PMKRI mendesak Polri, dalam hal ini Polres Metro Tangerang Selatan untuk segera mengusut tuntas kasus dugaan penganiayaan dan pembatasan kebebasan beragama (sebagaimana diatur dalam Pasal 354 KUHP dan Pasal 28E Ayat (1) UUD 1945)

2. PMKRI meminta Negara harus hadir dan memberikan perlindungan hukum bagi korban dugaan penganiayaan serta menjamin kebebasan beragama untuk segenap warga Indonesia.

3. PMKRI meminta negara perlu rutin melakukan fit and proper test tentang wawasan kebangsaan terhadap pejabat pemerintahan dari tingkat pusat sampai tingkat daerah, serta RT/RW sebagai lembaga kemasyarakatan desa/kelurahan yang bertugas untuk membantu pemerintah desa/kelurahan dalam memberdayakan masyarakat

4. PMKRI mendesak Kementerian Agama Republik Indonesia untuk segera menyikapi atas insiden yang terjadi

5. PMKRI akan turut mengawal proses hukum yang sedang ditempuh sampai tuntas

6. PMKRI menghimbau kepada seluruh umat dan masyarakat Katolik untuk tidak terprovokasi atas insiden yang terjadi.

Polisi Tetapkan 4 Tersangka, Termasuk Ketua RT

Polisi menetapkan empat orang sebagai tersangka di kasus pembubaran doa rosario sejumlah mahasiswa di Setu, Tangerang Selatan. Salah satu tersangka adalah ketua RT setempat berinisial D (53).

“Tersangka inisial D meneriaki dengan suara keras dengan nada umpatan dan intimidasi kepada korban beserta temannya,” kata Kapolres Tangsel AKBP Ibnu Bagus Santoso dalam konferensi pers di Polres Tangsel, Selasa (7/5/2024).

Selain terhadap D, polisi menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka. Ketiganya masing-masing berinisial I (30), S (36), dan A (26).

Selanjutnya, tersangka I berperan melakukan intimidasi. Tersangka I mendorong korban yang menolak perintah tersangka untuk pergi.

“Tersangka inisial I turut meneriaki korban dengan ucapan intimidasi dan, karena korban menolak perintah Tersangka untuk pergi, maka Tersangka mendorong badan korban dengan tenaga sebanyak dua kali,” tambahnya.

Sedangkan tersangka inisial S dan A sama-sama membawa senjata tajam jenis pisau. Mereka membawa pisau untuk melakukan pengancaman agar korban membubarkan diri.

“Membawa senjata tajam jenis pisau dengan maksud bersama tersangka lainnya melakukan ancaman kekerasan untuk supaya korban dan rekannya merasa takut dan pergi membubarkan diri,” sebutnya.

(aud/fjp)

Membagikan
Exit mobile version