Kamis, Mei 16

Jakarta

Kepunahan massal di tengah ekspansi besar-besaran kehidupan di Bumi mungkin disebabkan oleh pergeseran lempeng tektonik. Demikian menurut penelitian terbaru.

Studi terbaru menemukan hubungan antara lapisan batuan di Antartika dan Australia Selatan, yang pada saat itu merupakan bagian dari benua super Gondwana. Hal ini menunjukkan bahwa dinamika serupa terjadi di sekitar benua super sekitar 513 juta tahun yang lalu, yakni pegunungan terangkat, terumbu karang purba mati, dan material yang terkikis dari benua tersebut mengalir ke laut. Momen-momen ini bertepatan dengan kepunahan yang dikenal sebagai peristiwa Sinsk, kata pemimpin studi Paul Myrow, ahli sedimentologi di Colorado College.

“Anehnya, tektoniklah yang memicu kepunahan,” kata Myrow seperti dikutip dari Live Science.


Peristiwa Sinsk terjadi selama periode Kambrium (540 juta hingga 485 juta tahun yang lalu), yang menyaksikan diversifikasi besar-besaran kehidupan di Bumi yang dikenal sebagai ledakan Kambrium.

Namun di tengah perkembangan ini, kepunahan Sinsk membunuh beberapa kelompok besar, termasuk hewan bercangkang kerucut yang disebut hyolith dan spons yang disebut archaeocyatids, yang pernah membangun terumbu karang raksasa di seluruh dunia. Para peneliti mengetahui bahwa peristiwa Sinsk terkait dengan turunnya kadar oksigen di lautan, namun mereka belum dapat menentukan penyebab pastinya.

Kini, Myrow dan rekan-rekannya mengatakan mereka punya jawabannya. Tektonik Gondwana, yang terbentuk antara 600 juta hingga 540 juta tahun yang lalu, memicu serangkaian peristiwa yang menenggelamkan terumbu archaeocyathid dan mengubah lautan. Laporan ini dimuat pada 29 Maret di jurnal Science Advances.

Foto: Science Advances

Petunjuk peristiwa ini ditemukan pada lapisan batuan di Pegunungan Transantartika Antartika dan di Pulau Kanguru, Australia. Myrow dan rekan-rekannya mengumpulkan sampel di Antartika pada tahun 2011, termasuk fosil trilobita dari terumbu archaeocyathid yang telah lama mati. Kemudian, sekitar setahun yang lalu, ahli geologi Pomona College, Robert Gaines, mengatakan kepada Myrow bahwa dia pernah melihat bebatuan serupa di Pulau Kanguru, yang juga dipenuhi fosil trilobita.

Trilobita inilah yang menjadi kunci penentuan waktu hilangnya terumbu karang. Karena trilobita berevolusi dengan cepat, peneliti dapat mengetahui usia suatu batuan berdasarkan spesies trilobita yang menjadi fosil di dalamnya. Baik di Antartika dan Australia, fosil-fosil tersebut berumur antara 514 juta hingga 512 juta tahun yang lalu, tepat pada saat peristiwa Sinsk.

“Semuanya cocok pada tempatnya. Ada sejarah geologi yang sama di Australia seperti di Antartika,” kata Myrow.

Pada saat peristiwa Sinsk terjadi, kedua benua tersebut merupakan bagian dari Gondwana, dengan Antartika saat ini berada di garis khatulistiwa dan Australia berada di garis lintang yang lebih tinggi. Lokasi menunjukkan cerita serupa di lapisan batuan. Kepunahan terumbu archaeocyathid bertepatan dengan peristiwa pembangunan gunung raksasa.

Saat gunung-gunung muncul di daratan, lautan dangkal di dekatnya yang berada tepat di lepas pantai menyusut dalam seperti jungkat-jungkit pada kerak Bumi. Hal ini menyebabkan terumbu archaeocyathid tiba-tiba semakin dalam, menenggelamkannya hingga melampaui kemampuannya untuk bertahan hidup. Selanjutnya, erosi dari barisan pegunungan baru menyebabkan lapisan batu dan kerikil menutupi terumbu karang yang tenggelam.

Sementara itu, kata Myrow, pergerakan tektonik yang menyebabkan gunung-gunung terangkat di beberapa tempat juga menyebabkan kerak Bumi meregang di tempat lain, sehingga memungkinkan magma naik ke permukaan dan mengeras menjadi batuan basalt, sebuah formasi geologi yang dikenal sebagai ‘provinsi beku besar’. Magma panas ini membawa banyak gas rumah kaca, seperti sulfur dioksida dan karbon dioksida sehingga menyebabkan atmosfer Bumi memanas.

Pemanasan ini, pada gilirannya, memperlambat sirkulasi di lautan, sebuah fenomena yang dikhawatirkan para peneliti akan terjadi lagi saat ini akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia. Perlambatan sirkulasi laut ini menyebabkan air yang kurang kaya akan oksigen tenggelam ke dasar laut. Hal ini membunuh banyak organisme yang ada.

“Yang lebih tua, yang lebih primitif tidak melakukannya dengan baik,” katanya.

Provinsi-provinsi beku besar juga dianggap sebagai penyebab kepunahan lainnya, namun dengan tingkat kepastian yang lebih rendah dibandingkan peristiwa Sinsk.

“Saya tidak tahu ada provinsi lain yang dapat saya tunjukkan di mana hal tersebut tergambar dengan jelas,” Myrow.

Simak Video “Bos Apple ke Indonesia Besok, Bakal Bertemu Jokowi di Istana
[Gambas:Video 20detik]

(rns/rns)

Membagikan
Exit mobile version