
Jakarta –
Aturan pembatasan masa tinggal di rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Jakarta masih dalam pembahasan. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) memperkirakan usulan pembatasan itu akan selesai pada pertengahan Tahun Anggaran 2025.
“Adapun terkait dengan usulan tersebut masih dalam pembahasan antar-perangkat daerah yang finalisasinya diharapkan baru akan selesai pada pertengahan Tahun Anggaran 2025,” kata Kepala Dinas PRKP DKI Jakarta, Kelik Indriyanto dalam keterangannya, Minggu (16/2/2025).
“Harapannya dengan pembatasan tersebut para penghuni yang saat ini bertempat tinggal di Rusunawa lebih termotivasi untuk berkarier dalam perumahan, sehingga mampu untuk naik kelas dengan memiliki unit huniannya sendiri,” lanjutnya.
Di sisi lain, pihaknya juga terus berupaya menyediakan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dengan harga terjangkau. Hal ini bertujuan memenuhi kebutuhan rumah tinggal layak bagi warga.
Sebab, melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 111 Tahun 2014 tentang Mekanisme Penghunian Rusunawa menyatakan, sasaran penghuni rusunawa adalah masyarakat terprogram (program pembangunan untuk kepentingan umum, bencana alam, penertiban ruang kota, dan/atau kondisi lain yang sejenis) dan masyarakat tidak terprogram/umum yang merupakan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
“Selama ini para penghuni nyaman bertempat tinggal di Rusunawa karena mendapatkan banyak fasilitas dan program bantuan dari pemerintah pusat dan daerah. Berbagai program tersebut sebetulnya diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup warga rusun,” ujarnya.
Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta juga terus mengupayakan program prioritas lain, sehingga porsi anggaran juga harus dibagi untuk kebijakan lain. Selain itu, pengelolaan pascapembangunan yang juga terus bertambah besar, sehingga turut mengambil porsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Hal tersebut sangat tidak sebanding dengan jumlah kebutuhan dari angka backlog (penumpukan pekerjaan atau pesanan yang belum selesai) kebutuhan perumahan di DKI Jakarta yang mencapai sekitar 1,8 juta kebutuhan hunian layak pada 2021,” tuturnya.
Jumlah tersebut, kata Kelik, sangat tinggi dan tidak sebanding dengan kemampuan kecepatan Pemprov DKI Jakarta dalam menyediakan unit hunian Rusunawa yang hanya 32.978 unit dari sejak sekitar tahun 1993, atau sekitar rata-rata 1.030 unit per tahun. Salah satu yang memicu hal tersebut adalah ketersediaan lahan yang terbatas dan membuat harga tanah maupun rumah di Jakarta menjadi sangat mahal.
“Jadi usulan pembatasan penghunian bertujuan dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat yang berada di DKI Jakarta untuk juga memiliki kesempatan yang sama seperti para penghuni yang sudah lama bertempat tinggal di Rusunawa dan menikmati subsidi unit hunian,” ungkapnya.
Selain itu, Instruksi Gubernur Nomor 131 Tahun 2016 tentang Optimalisasi Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa di Provinsi DKI Jakarta, terdapat program peningkatan ekonomi bagi penghuni agar lebih mandiri. Melalui pelatihan keterampilan, pemberian alat berusaha, sampai pembentukan koperasi rusunawa. Para penghuni rusunawa juga diberi kesempatan bekerja di sektor formal, melalui job fair, maupun kesempatan berusaha di sektor informal dan usaha kreatif, serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Dalam pasal 5 ayat 4 UU Nomor 111 Tahun 2014 diatur juga jangka waktu perjanjian sewa-menyewa bagi penghuni rusunawa, yakni selama dua tahun dan dapat diperpanjang. Sehingga diperlukan peraturan batas maksimal perpanjangan surat perjanjian sewa bagi penghuni Rusunawa.
Simak juga Video: Kementerian BUMN-PKP Bakal Bangun Rusun TOD di Lahan Idle
(rdp/rdp)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu