Jumat, November 15


Delhi

Dahulu kala, burung nasar merupakan burung yang berlimpah dan ada di mana-mana di seantero India. Awalnya cuma mengganggu, tidak membahayakan. Tetapi, di satu masa, burung-burung itu mematikan.

Mengutip BBC, Jumat (2/8/2024), burung-burung pemakan bangkai itu beterbangan di atas tempat pembuangan sampah yang luas. Mereka mencari bangkai sapi.

Karena populasinya yang sangat tinggi, burung-burung itu membuat pilot khawatir karena tersedot ke dalam mesin jet saat lepas landas di bandara.


Namun, lebih dari dua dekade yang lalu, burung pemakan bangkai di India mulai berguguran karena obat yang digunakan untuk mengobati sapi-sapi yang sakit.

Pada pertengahan tahun 1990-an, populasi burung nasar yang tadinya berjumlah 50 juta ekor anjlok hingga mendekati angka nol akibat diklofenak.

Itu merupakan sebuah obat penghilang rasa sakit nonsteroid yang murah untuk sapi, tetapi berakibat fatal pada burung pemakan bangkai.

Burung-burung yang memakan bangkai ternak yang diobati dengan obat tersebut menderita gagal ginjal dan mati.

Sejak pelarangan penggunaan diklofenak oleh dokter hewan pada tahun 2006, penurunan populasi burung nasar telah melambat di beberapa daerah. Tapi setidaknya ada tiga spesies telah mengalami penurunan jangka panjang sebesar 91-98%, menurut laporan State of India’s Birds dan para ahli.

Burung nasar atau pemakan bangkai di India (Foto: BBC)

Pemusnahan yang tidak disengaja terhadap burung-burung pemakan bangkai ini memungkinkan bakteri dan infeksi mematikan berkembang biak. Efeknya kematian sekitar setengah juta orang dalam kurun waktu lima tahun, demikian menurut jurnal American Economic Association.

“Burung nasar dianggap sebagai layanan sanitasi alam karena peran penting yang mereka mainkan dalam menyingkirkan hewan-hewan mati yang mengandung bakteri dan patogen dari lingkungan kita. Tanpa mereka, penyakit dapat menyebar,” ujar salah satu penulis studi tersebut, Eyal Frank, asisten profesor di Harris School of Public Policy, Universitas Chicago.

“Memahami peran burung nasar bagi kesehatan manusia menggarisbawahi pentingnya perlindungan terhadap satwa liar. Mereka semua memiliki tugas yang harus dilakukan dalam ekosistem kita yang berdampak pada kehidupan kita,” imbuh dia.

Frank dan rekan penulisnya, Anant Sudarshan, membandingkan tingkat kematian manusia di distrik-distrik di India yang dulunya memiliki banyak burung pemakan bangkai dengan distrik-distrik yang memiliki populasi burung pemakan bangkai yang secara historis rendah, baik sebelum maupun sesudah kepunahan burung pemakan bangkai.

Mereka juga meneliti penjualan vaksin rabies, jumlah anjing liar dan tingkat patogen dalam pasokan air. Mereka menemukan bahwa setelah penjualan obat antiinflamasi meningkat dan populasi burung nasar runtuh, tingkat kematian manusia meningkat lebih dari 4% di distrik-distrik yang dulunya pernah menjadi tempat berkembang biak burung-burung ini.

Para peneliti juga menemukan bahwa efek paling besar terjadi di daerah perkotaan dengan populasi hewan ternak yang besar, tempat di mana banyak terdapat tempat pembuangan bangkai.

Para penulis memperkirakan bahwa antara tahun 2000 dan 2005, hilangnya burung nasar menyebabkan sekitar 100.000 kematian manusia tambahan setiap tahunnya, yang mengakibatkan kerugian lebih dari USD 69 milyar per tahun untuk kerugian akibat kematian atau kerugian ekonomi akibat kematian dini.

Burung nasar atau pemakan bangkai di India (Foto: BBC)

Kematian-kematian ini disebabkan oleh penyebaran penyakit dan bakteri yang seharusnya dapat disingkirkan oleh burung nasar dari lingkungan.

Sebagai contoh, tanpa adanya burung nasar, populasi anjing liar akan meningkat dan membawa penyakit rabies pada manusia. Penjualan vaksin rabies meningkat pada masa tersebut, namun tidak mencukupi.

Tidak seperti burung bangkai, anjing tidak efektif dalam membersihkan sisa-sisa yang membusuk, yang menyebabkan bakteri dan patogen menyebar ke dalam air minum melalui limpasan dan metode pembuangan yang buruk.

Bakteri feses di dalam air pun meningkat lebih dari dua kali lipat.

“Kemusnahan burung bangkai di India memberikan contoh yang sangat jelas tentang jenis kerugian yang sulit dipulihkan dan tidak dapat diprediksi oleh manusia akibat hilangnya suatu spesies,” kata Sudarshan, seorang profesor di University of Warwick dan salah satu penulis studi tersebut.

“Dalam kasus ini, bahan kimia baru menjadi penyebabnya, tetapi aktivitas manusia lain yang membuat hilangnya habitat, perdagangan satwa liar, dan sekarang perubahan iklim juga berdampak pada satwa. Dan pada gilirannya, berdampak pada kita,” ungkap dia.

“Sangatlah penting untuk memahami dampak-dampak ini dan menargetkan sumber daya dan peraturan untuk melestarikan spesies-spesies kunci ini,” katanya.

Dari semua spesies burung pemakan bangkai di India, burung pemakan bangkai putih, burung pemakan bangkai India, dan burung pemakan bangkai berkepala merah mengalami penurunan jangka panjang yang paling signifikan sejak awal tahun 2000-an, dengan penurunan populasi masing-masing sebesar 98%, 95%, dan 91%.

Burung nasar Mesir dan burung nasar griffon yang bermigrasi juga mengalami penurunan yang signifikan, tetapi tidak terlalu besar.

Sensus ternak tahun 2019 di India mencatat lebih dari 500 juta ekor, yang merupakan jumlah tertinggi di dunia. Burung nasar, pemakan bangkai yang sangat efisien, secara historis diandalkan oleh para peternak untuk menyingkirkan bangkai ternak dengan cepat.

Penurunan jumlah burung nasar di India merupakan yang tercepat yang pernah tercatat untuk spesies burung dan yang terbesar sejak kepunahan passenger pigeon di Amerika Serikat.

Populasi burung nasar yang tersisa di India saat ini terkonsentrasi di sekitar wilayah-wilayah yang dilindungi, di mana makanan mereka lebih banyak terdiri dari satwa liar yang mati dibandingkan dengan hewan ternak yang mungkin terkontaminasi obat, demikian menurut laporan State of Indian Birds.

Penurunan yang terus berlanjut ini menunjukkan “ancaman yang berkelanjutan bagi burung nasar, yang menjadi perhatian khusus mengingat penurunan burung nasar telah berdampak negatif pada kesejahteraan manusia”.

Para ahli memperingatkan bahwa obat-obatan hewan masih menjadi ancaman utama bagi burung nasar. Ketersediaan bangkai yang semakin menipis, akibat meningkatnya penguburan dan persaingan dengan anjing liar, memperparah masalah ini.

Penggalian dan penambangan dapat mengganggu habitat bersarang beberapa spesies burung nasar.

Apakah burung nasar akan kembali? Sulit untuk mengatakannya, meskipun ada beberapa tanda yang menjanjikan.

Tahun lalu, 20 burung nasar yang dikembangbiakkan di penangkaran dan dipasangi tag satelit dan diselamatkan telah dilepaskan dari cagar alam harimau di Benggala Barat.

Lebih dari 300 burung nasar tercatat dalam survei terbaru di India bagian selatan. Namun, diperlukan lebih banyak tindakan.

(msl/wsw)

Membagikan
Exit mobile version