Minggu, Mei 12

Jakarta

Jumlah pengguna internet Indonesia terus mengalami pertumbuhan, tetapi di sisi lain penggunaan teknologi transmisi gelombang radio sudah hampir penuh. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pun meneliti sistem komunikasi cahaya tampak untuk memenuhi kebutuhan akses internet.

Peneliti Kelompok Riset Rangkaian Elektronika dan Optik – Pusat Riset Elektronika BRIN, Rahmayati, menjelaskan bahwa kondisi eksisting akses internet selama ini mengandalkan teknologi transmisi gelombang radio atau radio frequency (RF), seperti bluetooth, zigbee, LoRaWAN, wifi, NB-IoT, 4G dan lain-lain.

“Dilihat dari spektrum elektromagnetik, RF memiliki bandwidth 40 GHz, dan ini sudah hampir penuh. Karena itu, muncul riset visible light communication (VLC), yang memanfaatkan spektrum cahaya tampak untuk komunikasi,” ujar Rahmayati dikutip dari siaran persnya, Kamis (28/3/2024).


Para peneliti melihat peluang ke frekuensi yang lebih tinggi, yaitu visible light atau cahaya tampak yang memiliki bandwidth sepuluh ribu kali lipat dari RF dan belum digunakan untuk komunikasi.

“Menurut studi yang sudah ada, dengan mengandalkan radio frekuensi saja tidak cukup dan menggiring kepada krisis spektrum. Sehingga, makin lama tidak akan cukup karena yang menggunakan semakin banyak,” tambah Rahmayati.

Sistem komunikasi cahaya tampak atau VLC jika dibandingkan dengan frekuensi radio memiliki ciri, di antaranya unlicensed spektrum untuk 430 THz – 790 THz baru dipakai untuk pencahayaan, belum untuk komunikasi. Kemudian mendukung untuk 5G-6G dan baik untuk akses indoor.

Keamanan juga lebih tinggi dan tidak akan menembus dinding solid, large bandwidth, dan low cost. Di mana, pemanfaatan sumber cahaya seperti LED dan ditambahkan fungsi komunikasi. Sehingga, menambah nilai LED tersebut dan meminimalkan biaya untuk komunikasi.

“VLC bebas elektromagnetik, jadi cocok untuk daerah yang rawan elektromagnetik seperti industri rumah sakit, petrokimia, dan pesawat,” ungkapnya.

Lebih lanjut diuraikannya, VLC ditunjang oleh dua teknik, yaitu teknologi pencahayaan dan teknik modulasi. Teknik modulasi yang paling berpotensi adalah multi-carrier modulation (MCM) berbasis orthogonal frequency division multiplexing (OFDM).

Penuhi kebutuhan akses internet Indonesia, BRIN teliti cahaya tampak. Foto: BRIN

Disampaikannya, teknik ini dibagi lagi menjadi empat kategori, yaitu DCO-OFDM (menggunakan penambahan DC bias), Inherent Unipolar OFDM (bagaimana menghapus nilai yang negatif dengan teknik kliping atau memakai nilai riilnya saja), superposition OFDM (pengembangan dari unipolar OFDM ini, tetapi dibuat bertingkat dan berlapis untuk meningkatkan efisiensi spectral dari teknik modulasi), dan hybrid OFDM (gabungan dua modulasi yang dihasilkan menjadi satu modulasi baru).

“Dari berbagai teknik modulasi, kami merujuk pada riset layered asymmetrically clipped optical-orthogonal frequency-division multiplexing (LACO-OFDM). Riset LACO-OFDM yang telah ada umumnya hanya menjelaskan formula matematis, kemudian dievaluasi dengan parameter kinerja terbatas dan verifikasi dengan stimulasi,” katanya.

“Pada riset ini, kami mengusulkan LACO OFDM dengan evaluasi parameter kinerja yang lebih lengkap, efisiensi, verifikasi (simulasi, DSP to DSP, sirkuit) yang lebih menyeluruh dan biaya yang lebih murah,” tambah Rahmayati.

Disimpulkan bahwa dari studi literatur yang dilakukan terhadap berbagai varian OFDM optik untuk VLC, teknik LACO OFDM dinilai paling layak untuk diimplementasikan. Hal ini didasari atas perbandingan parameter efisiensi energi, efisiensi spectral, PAPR, dan kompleksitasi komputasi.

Dirinya mengatakan, telah dilakukan perancangan transmitter dan receiver untuk membangun sistem komunikasi cahaya tampak dengan koneksi secara point to point. Uji tramisi skala laboratorium pada jarak satu meter menghasilkan bandwidth 3 MHz pada transmitter dan 2,5 MHz pada receiver.

“Hasil implementasi DCO-OFDM dan ACO-OFDM pada FPGA Xilinx Artix-35T menunjukkan, kedua sistem menggunakan delapan persen dari sumber daya FPGA, konsumsi daya relatif kecil, yaitu 0,081 W untuk DCO-OFDM, dan 0,082 W untuk ACO-OFDM,” rincinya.

Selain itu, LACO OFDM dengan usulan penggunaan blok IFFT/FFT berukuran tetap dikombinasikan dengan pengaturan subcarrier mapping. LACO OFDM terdiri dari 3 layer, 16 subcarrier IFFT/FFT 16 titik, dan modulasi QAM pada tiap subcarrier.

“Dapat disimpulkan hasil simulasi menunjukkan struktur ber-layer pada LACO-OFDM menghasilkan efisiensi spektral hingga dua kali efisiensi spectral ACO-OFDM. Rancangan LACO OFDM berbasis Intelektual Property (IP) Core untuk struktur 4 layer, 32 subcarrier, IFFT/FFT 32 titik, dan modulasi QAM 16 memungkinkan penggunaan kembali pada semua komponen sistem,” pungkas Rahmayati.

Simak Video “Alasan Kominfo Ingin Terapkan Aturan Internet 100 Mbps di Indonesia
[Gambas:Video 20detik]

(agt/fay)

Membagikan
Exit mobile version