Kamis, Juli 4


Jakarta

Penjualan mobil di Indonesia masih yang terbesar di kawasan Asia Tenggara. Potensi pasar Indonesia masih bisa bertumbuh lagi.

“Sekarang ekonomi globalnya agak jelek, jadi ekspor kita agak tersendat, karena negara tujuan ekspor yang kita mau ekspor ke sini, ke sana, di sana ekonominya juga kurang bagus. Itu juga mempengaruhi, maka dari itu kita harus perhatikan global, apa yang terjadi di luar. Di ASEAN ini kita masih leading, masih nomor satu,” ujar Ketua I Gaikindo, Jongkie D. Sugiarto dikutip dari program Profit CNBC Indonesia, Senin (1/7/2024).

Dikutip dari data Asean Automotive Federation, Malaysia menyalip Thailand hingga mencatat penjualan mobil terbesar kedua di pasar ASEAN. Malaysia bertengger di posisi kedua tepat di bawah Indonesia.


“Nomor dua sekarang bukan Thailand, tapi Malaysia. Karena ekonomi di Thailand kelihatannya kurang baik,” tambahnya lagi.

Sepanjang Januari-April 2024 sebanyak 979.479 unit mobil terdistribusi di ASEAN. Terbanyak dari Indonesia dengan capaian 263.706 unit, turun 22,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Posisi kedua, Malaysia mencapai 260.236 unit atau naik 8,2 persen tahun lalu. Kemudian Thailand sebanyak 210.138 unit, turun sebanyak 24 persen secara year on year (YoY).

Berdasarkan data AAF, lesunya penjualan mobil membuat Thailand harus puas berada di posisi ketiga, kalah dari Malaysia.

Sementara itu, penjualan mobil di Indonesia terbilang lesu jika dibandingkan tahun lalu. Namun masih tertinggi di Asia Tenggara. Hal ini juga tercermin dari angka produksi yang mengalami penurunan 21,3 persen, dari 467.461 unit menjadi 367.802 unit sepanjang Januari-April 2024.

Sedangkan Malaysia juga berhasil menembus 267.326 unit atau meningkat 11,6% secara YoY.

Thailand secara produksi masih lebih tinggi dibanding Indonesia ataupun Malaysia. Negeri Gajah Putih itu sudah memproduksi 518.790 unit atau turun 17 persen dari tahun lalu.

Penjualan mobil Thailand tercatat menurun dari tahun ke tahun sejak Juni lalu karena peningkatan kredit macet dan konsumsi yang cenderung stagnan. Adapun peningkatan pangsa pasar mobil listrik terpantau meningkat berkat kehadiran produsen mobil listrik China.

Turunnya angka penjualan di Indonesia disebabkan berbagai faktor mulai dari melemahnya rupiah, suku bunga yang naik hingga kondisi ekonomi global. Jongkie berharap pemerintah segera memberikan stimulus seperti kebijakan insentif fiskal ketika industri otomotif anjlok saat pandemi COVID-19.

“Kami coba bertahan terus, kalau ini bisa tadi dipikirkan segera, lalu dirundingkan, disepakati, pemerintah bisa memberikan insentif lagi, untuk sementara saja kok, ini tidak untuk seterusnya, untuk sementara saja, sambil bisa meningkatkan angka penjualan, semua bergerak lagi, pabrik-pabrik tadi, yang kami khawatirkan jangan sampai PHK, itu kan sangat-sangat tabu, jangan sampai ada PHK, ini multiplier-nya luar biasa, kalau ini bisa segera bisa dijalankan lagi, waktu itu sudah dijalankan dan berhasil, kenapa tidak? hanya temporary tadi,” kata Jongkie.

“Kami paham ini tentunya harus dikomunikasikan, dirundingkan dengan kementerian yang lain, dan sebagainya, Tapi kalau ini bisa dipikirkan serius lagi dan segera dijalankan. Mungkin kita akan bisa lebih cepat pulihnya angka-angkanya,” jelas dia.

(riar/rgr)

Membagikan
Exit mobile version