Jakarta –
Penjualan mobil di Indonesia mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Meski begitu, pabrikan mobil di Indonesia tak sampai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.
Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Nandi Julyanto mengatakan, pabrik mobil Toyota di Indonesia tertolong oleh ekspor mobil. Malah, produksi mobil untuk ekspor lebih banyak ketimbang mobil untuk dijual di dalam negeri.
“Kalau kita sekarang alokasinya antara domestik dan ekspor, kebetulan ekspornya lagi booming. Kalau tahun 2023 kan 50:50, tahun ini 40:60 karena domestik menurun tapi kita isi dengan ekspor. Jadi kita masih full utilisasi. Tahun depan kita harapkan juga begitu. Karena ekspor volume-nya masih lebih besar. Ketolong ekspor kita,” kata Nandi di acara Toyota Year End Media Gathering di Jakarta, Selasa (17/12/2024).
“Yang dulu kan kita masih kena yang masalah semiconductor. Sekarang semiconductor udah mulai agak stabil, sehingga kita bisa realokasi yang domestik untuk ke ekspor. Jadi 60:40,” sambungnya.
Namun, Toyota berharap komposisi produksi mobil untuk ekspor dan pasar domestik kembali imbang. Sebab, kalau komposisi untuk ekspor lebih besar, ekosistem produksi mobil di Indonesia bisa-bisa pindah ke luar negeri.
“Mudah-mudahan balik lagi ke 50:50, artinya domestiknya recover. Karena domestik itu kan nanti menentukan ekosistemnya. Kalau domestiknya nggak besar, ekosistemnya nggak ditaruh di Indonesia nanti,” ucapnya.
Meski begitu, kemungkinan tahun 2025 performa produksi mobil untuk ekspor dan domestik masih sama. “Kecuali PPnBM diturunin lagi oleh pemerintah, bisa 50:50 lagi nanti,” timpal Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam di kesempatan yang sama.
“Kan masalahnya pemerintah lagi butuh dana untuk fiskalnya, itu persoalannya. Jadi kita berharap fiskal cepat-cepat bisa tertolong. Tapi pengalaman kita waktu COVID, begitu pemerintah relaksasi, tax revenue (pemasukan pemerintah dari pajak) malah naik. Ini yang kita minta pemerintah mempelajari bidang-bidang yang memang begitu dikasih relaksasi justru tax revenue naik. Jangan sampai tax naik, revenue malah turun,” sebutnya.
(rgr/din)