Kamis, Desember 26


Jakarta

Penggunaan knalpot bising masih banyak beredar di jalan raya. Polisi bisa menindak pelanggaran penggunaan knalpot bising. Kini, polisi sudah punya alat untuk mengukur kebisingan suara knalpot.

Anggota Komisi III DPR RI Stevano Rizki Adranacus mengungkapkan polusi suara dan polusi udara yang berasal dari kendaraan bermotor kerap mengganggu masyarakat. Terlebih, menurutnya, penggunaan knalpot brong di daerah wisata mengganggu turis.

“Terkait polusi suara, saya monitor bahwa memang sudah dibentuk satgas-satgas di Polda untuk penertiban hal tersebut. Tetapi saya minta khususnya untuk daerah-daerah pariwisata lebih diketatkan lagi karena ini sangat mengganggu turis-turis dari mancanegara yang datang ke destinasi di Indonesia. Contohnya di dapil saya di Pulau Sumba, itu sangat mengganggu kebisingan yang diakibatkan dari knalpot brong,” kata Stevano dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI dengan Korlantas Polri, Rabu (4/11/2024).


Menanggapi hal itu, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Aan Suhanan mengatakan, pihaknya sudah mengantisipasi penggunaan knalpot bising. Menurut Aan, polisi kini sudah memiliki alat untuk mengukur kebisingan knalpot.

“Kita juga sudah melengkapi anggota dengan desimeter (decibel meter) untuk mengecek kebisingan, jadi tidak lagi menggunakan manual, tapi kita sudah menggunakan alat sehingga ada kepastian hukum untuk penindakan terhadap knalpot brong,” kata Aan dalam kesempatan yang sama.

Secara aturan, pengguna knalpot brong dianggap melanggar lalu lintas lantaran komponen kendaraan tak sesuai dengan spesifikasi sebagaimana tercantum dalam pasal 285 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

“Setiap orang yang mengemudikan motor di jalan tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3), dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu,” begitu bunyi pasal 285.

Lebih lanjut, suara knalpot juga diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 56 tahun 2019 tentang Baku Mutu Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan kendaraan Bermotor yang sedang Diproduksi Kategori M, Kategori N, dan Kategori L.

Dalam aturan itu disebutkan bahwa motor berkapasitas kurang dari 80 cc tingkat maksimal kebisingan 77 dB, motor berkubikasi 80-175 cc tingkat maksimal kebisingan 80 dB, dan untuk motor di atas 175 cc maksimal bising 83 dB.

Sementara itu, Stevano juga berharap polusi udara yang berasal dari kendaraan bermotor ditangani. Menurutnya, emisi yang lebih bersih seharusnya menjadi syarat untuk perpanjang STNK.

“Terkait polusi udara sudah menjadi isu yang sangat meresahkan kita semua yang sangat mengganggu hajat hidup orang banyak, terutama di kota-kota besar. Saya usul kita masukkan itu sebagai prasyarat perpanjangan STNK misalkan. Seperti di Amerika, kalau untuk memperpanjang STNK harus dilakukan smoke test. Ada ambang batas yang harus tidak boleh dilampaui sehingga baru bisa diterbitkan perpanjangan STNk tersebut,” ujarnya.

Aan mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menangani masalah emisi ini.

“Kami juga sudah melangkah kita sudah koordinasi dengan KLHK () melakukan uji petik terkait emisi gas buang,” ucapnya.

(rgr/dry)

Membagikan
Exit mobile version