
Denpasar –
Menjelang Hari Raya Nyepi Caka 1947, Pemerintah Kota Denpasar memastikan tradisi pengarakan ogoh-ogoh berjalan lancar dan sesuai dengan esensi budaya. Dukungan penuh diberikan kepada sekaa teruna, mulai dari penyediaan gamelan hingga ribuan nasi jinggo gratis.
Pengarakan ogoh-ogoh itu dilakukan saat Pengerupukan pada 28 Maret 2025. Yang tidak ada pada pengarakan ogoh-ogoh pada Hari Suci Nyepi Caka 1947 adalah penggunaan sound system dalam pengarakan ogoh-ogoh pada Hari Suci Nyepi Caka 1947.
Ya, setiap menjelang Hari Raya Nyepi warga Bali menyiapkan ogoh-ogoh untuk diarak, khususnya pada saat Pengerupukan. Tujuan pengarakan ogoh-ogoh adalah untuk mengusir roh-roh jahat atau Bhuta Kala dari lingkungan sekitar. Secara simbolis, ogoh-ogoh merepresentasikan kekuatan negatif alam semesta.
Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara mengatakan Pemkot Denpasar telah menyiapkan berbagai fasilitas untuk mendukung jalannya Pengerupukan. Termasuk penyediaan gamelan bagi sekaa teruna yang tak memiliki pengiring sendiri.
“Kami telah siapkan dua set baleganjur di kawasan Patung Catur Muka untuk mengiringi ogoh-ogoh yang tidak memiliki pengiring sendiri, fasilitas kesehatan untuk situasi darurat, penyediaan toilet di fasilitas kantor wali kota, hingga pembagian 2 ribu nasi jinggo gratis,” ujar Jaya Negara dalam rapat koordinasi dengan sejumlah pihak, dikutip dari detikBali, Senin (17/3/2025).
Jaya Negara menegaskan mendukung penuh kegiatan itu sebagai bagian dari ritual dan tradisi di desa adat. Dia juga menekankan soal Pengerupukan memiliki nilai spiritual yang tidak selayaknya diiringi dengan sound system.
Bendesa Adat Denpasar Anak Agung Ngurah Alit Wirakesuma mengatakan pihaknya telah mengambil langkah-langkah dalam mengatur pengarakan ogoh-ogoh. Tujuannya untuk menjaga ketertiban dan kelestarian budaya.
Dengan adanya registrasi terhadap 87 sekaa teruna serta koordinasi dengan komunitas dan banjar setempat, Wirakesuma berharap pengarakan ogoh-ogoh dapat berlangsung lebih teratur. Hal itu juga sesuai dengan Peraturan Wali Kota (Perwali) serta Peraturan Daerah (Perda) Kota Denpasar Nomor 9 Tahun 2024 tentang Pelestarian Ogoh-ogoh.
“Kami juga melakukan upaya untuk meminimalisasi keamanan dan ketertiban ogoh-ogoh ke kawasan Catur Muka, yang telah mendapatkan dukungan dari ribuan pecalang, kepolisian, dan TNI, hingga Satpol PP dalam pengamanan yang tentu akan sangat membantu kelancaran acara,” kata Wirakesuma.
Dia juga menegaskan akan ada inspeksi mendadak (sidak) terhadap penggunaan sound system. Hal ini sebagai langkah menjaga esensi budaya ogoh-ogoh agar tetap berlandaskan tradisi.
Wirakesuma juga mendorong penggunaan gamelan, kulkul, atau alat musik tradisional lainnya sebagai pengiring ogoh-ogoh. Menurutnya, adanya peningkatan dana Rp 20 juta dari Pemkot Denpasar untuk penguatan kreativitas ogoh-ogoh menunjukkan komitmen dalam mendukung kebudayaan lokal.
“Dengan kolaborasi antara desa adat, pemerintah, dan aparat keamanan, diharapkan pengarakan ogoh-ogoh bisa menjadi perayaan yang aman, tertib, dan tetap mencerminkan nilai-nilai budaya Bali,” katanya.
Sementara itu, anggota Komite III DPD RI Dapil Bali Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra menegaskan dukungannya terhadap Perda Nomor 9 Tahun 2024 tentang Pelestarian Ogoh-ogoh di Denpasar. Menurutnya perda tersebut bertujuan untuk melestarikan dan menjaga nilai-nilai tradisi serta ritual.
“Kami mengajak semua pihak, termasuk desa adat, perbekel, lurah, serta yowana, untuk menjaga esensi perayaan Nyepi,” ucap mantan Wali Kota Denpasar itu.
(fem/fem)