Kamis, Desember 26
Jakarta

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) rata-rata 10% di awal tahun 2024. Kenaikan tarif CHT juga berlaku pada rokok elektrik yang terbang dengan rata-rata 15% dan 6% untuk hasil pengolahan tembakau lainnya (HTPL). Adapun kebijakan CHT 2024 secara tahun jamak atau multiyears 2023-2024.

Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 Tahun 2022 dan PMK Nomor 192 Tahun 2022. Apabila merujuk pada PMK Nomor 143/PMK/2023 mengenai Tata Cara Pemungutan, Pemotongan, dan Penyetoran Pajak Rokok, tujuannya adalah sebagai kontribusi dukungan program jaminan kesehatan masyarakat. Nantinya, paling sedikit 50% dari penerimaan pajak rokok digunakan untuk membiayai pelayanan kesehatan untuk masyarakat dan penegakan hukum.

Dalam catatan detikcom, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, sudah mewanti-wanti jauh sebelum kebijakan tersebut berlaku. Tepatnya pada tahun 2022 lalu, ia menyebut kenaikan CHT akan terus berlaku tahunan hingga 2027 mendatang. “Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15% untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan,” kata Sri Mulyani kala itu.


Di akhir tahun 2023, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Askolani mengatakan, pihaknya telah menyiapkan 17 juta pita cukai rokok baru untuk memenuhi kebutuhan awal 2024. Menurutnya, kenaikan CHT rata-rata sebesar 10% ini telah mempertimbangkan aspek pengendalian konsumsi, keberlangsungan industri, target penerimaan serta upaya pemberantasan rokok ilegal.

Dengan adanya pita cukai baru, Bea Cukai memastikan akan terus memperketat pengawasan peredaran rokok-rokok ilegal. Sampai Oktober 2023 pihaknya sudah menindak 641 juta batang rokok berpita cukai palsu, di mana terbanyak berada di Jawa Timur. “Studi dari universitas, dari penindakan pita cukai ini mampu meningkatkan produksi sekitar 5,3% dan kontribusi dalam meningkatkan ke penerimaan negara 0,3%,” kata Askolani kepada detikcom, Senin (18/12/2023) lalu.

Menuai Keluh Pengusaha Rokok Elektrik

Rokok elektrik atau vape menjadi salah satu pilihan yang cukup digandrungi perokok aktif. Alat hisap ini menjadi alternatif para perokok untuk mengurangi maupun berhenti mengkonsumsi rokok tembakau. Akan tetapi, kenaikan CHT turut mengerek harga jual rokok elektrik.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Garindra Kartasasmita mengatakan, kenaikan CHT akan berdampak pada kenaikkan harga pada sejumlah jenis rokok elektrik hingga 12%. Harga ini akan berlaku setelah pita cukai 2024 dikeluarkan sekitar 8-10 Januari 2024.

“Iya betul akan ada kenaikan harga yang signifikan dimulai di produk berpita cukai 2024. Kisarannya di 10-12% (dari harga sebelumnya),” kata Garindra kepada detikcom, Selasa (2/1/2024) lalu.

Garindra menjelaskan, kenaikan cukai dan harga jual eceran ini sebelumnya sudah diantisipasi. Pasalnya, aturan mengenai hal tersebut telah ditetapkan sejak 2022. Meski demikian, ia menilai kebijakan tersebut disusun tanpa sosialisasi dan komunikasi yang baik dengan para pelaku usaha.

Ia menganggap, ketetapan ini tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, di mana dalam perumusan UU tersebut tidak sama sekali melibatkan bahkan melakukan sosialisasi kepada seluruh pelaku usaha rokok elektrik. Bahkan, Garindra menyebut tidak ada frase ‘rokok elektrik’ dalam UU No.1 Tahun 2022.

Ia beranggapan, pemerintah mempunyai definisi rokok elektrik sendiri lantaran tidak ada satupun definisi rokok yang mempunyai ciri rokok elektrik dalam aturan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143 tahun 2023 tentang Tata Cara Pemungutan, Pemotongan, dan Penyetoran Pajak Rokok.

Selain itu, selama ini rokok elektrik dibebankan cukai sebagai produk hasil tembakau, bukan sebagai produk rokok. Garindra menilai, Kemenkeu seolah memiliki tafsir sendiri tentang rokok dalam PMK No.143 Tahun 2023.

“Pada PMK No.143 Tahun 2023 tentang Pajak Rokok ini seolah-olah Kemenkeu memiliki tafsir tersendiri bahwa yang disebut sebagai ‘bentuk rokok lainnya’ pada Pasal 33 Ayat 2 UU No.1 Tahun 2022 adalah Rokok Elektrik. Padahal tidak ada satupun definisi Rokok yang memiliki ciri Rokok Elektrik,” tegasnya.

Regulasi Hantui Petani Tembakau

Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji berpendapat, pemerintah dalam merumuskan arah kebijakan cukai tersebut tidak memperhatikan aspek kelangsungan hidup petani tembakau.

Agus mengungkap, kenaikan cukai sebesar 10% yang berlaku tahun 2023 dan 2024 merupakan pukulan telak bagi petani tembakau. Pasalnya, sudah 5 tahun berturut-turut keadaan petani tembakau terpuruk mengingat hasil panen tembakau rontok baik harga dan penyerapan yang lambat.

Menurutnya, dalam 5 tahun terakhir, kenaikan cukai cukup eksesif. Tahun 2020 cukai naik 23%, tahun 2021 naik 12,5%, tahun 2022 naik 12%, tahun 2023 dan 2024 naik 10%. Agus menambahkan, dengan kenaikan harga, simplifikasi cukai, dan mendekatkan disparitas tarif antar layer, maka harga rokok makin mahal sehingga perokok berpotensi beralih ke rokok yang lebih murah, dan harga termurah hanya bisa ditawarkan oleh rokok ilegal.

“Poin-poin dalam arah kebijakan cukai itu semakin mendekatkan kiamat bagi petani tembakau. Sehingga niat pemerintah yang ingin membunuh nafas petani tembakau sebagai soko guru di negeri ini semakin nyata,” tegas Agus Parmuji, Selasa (28/05/2024).

Sumbangsih Cukai Rokok dan 400 Regulasi Mengekang

Diketahui, industri rokok menjadi salah satu kontributor besar bagi perekonomian Indonesia. Kemenkeu sendiri mencatat penerimaan negara dari CHT di 2023 tembus Rp 213,48 triliun. Jumlah tersebut di luar penerimaan pajak lainnya yang dibayarkan oleh produsen rokok. Adapun di Indonesia sendiri ada beberapa pemain besar pada industri ini, seperti PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Djarum, dan lainnya.

Selain menyumbang penerimaan bagi negara, sektor Industri Hasil Tembakau (IHT) tutur berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada 5,8 juta buruh yang bekerja di industri tersebut.

Dari sisi ekspor, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor produk tembakau dan rokok pada Maret 2024 mencapai US$ 276.405.108, atau sekitar Rp 4,39 triliun (kurs Rp 15.900). Sementara impor produk yang sama bernilai US$ 76,06 juta. Dari sisi hulu, BPS mencatat ada 15 provinsi di Indonesia yang memiliki perkebunan tembakau pada 2023. Luasan kebun tembakau mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2020.

Pada 2023 luas lahan kebun tembakau tercatat sebesar 191,8 ribu hektare. Provinsi Jawa Timur menjadi lokasi perkebunan tembakau terluas yakni 90,6 ribu hektare. Kemudian Jawa Tengah, 50 ribu hektare, Nusa Tenggara Barat 34,3 ribu hektare, Jawa Barat, 8 ribu hektare, dan Aceh 2,3 ribu hektare.

Kendati begitu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut terdapat banyak regulasi yang mengatur IHT. Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin Merrijantij Punguan Pintaria mengatakan, saat ini ada lebih dari 400 regulasi yang mengatur sektor ini.

“Ini highly regulated IHT ini. Menurut catatan temen-temen asosiasi dan industri ada hampir 400 regulasi yang mengatur dan menahan laju pertumbuhan industri ini,” katanya dalam detikcom Leaders Forum: Arah Industri Tembakau dan Pengaturan Akses Anak di Aruba Room Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2024) lalu.

Padahal, lanjutnya, regulasi yang sebelumnya sudah ada yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP Tembakau) dinilai sudah keras mengatur produk tembakau.

“Harapan kami di Kemenperin, seluruh stakeholder bertanggung jawab dalam implementasi dan sosialisasikan regulasi yang hampir mencapai 400 ini, sehingga pada level implementasinya tidak ada tarik ulur lagi,” bebernya.

Bersambung ke Halaman Berikutnya…

Harga Segala Jenis Rokok Naik Lagi

Kemenkeu resmi merilis harga jual eceran (HJE) rokok yang berlaku mulai 1 Januari 2025 mendatang. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 97 Tahun 2024 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.

Mengutip PMK Nomor 97 Tahun 2024 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris, harga jual eceran rokok di 2025 mayoritas mengalami kenaikan di tahun ini dengan besaran bervariasi. Berikut batasan harga jual eceran rokok per batang hasil tembakau buatan dalam negeri yang berlaku mulai 1 Januari 2025:

1. Sigaret Kretek Mesin (SKM)

a. Golongan I paling rendah Rp 2.375/batang (naik 5,08%) dengan tarif cukai Rp 1.231/batang
b. Golongan II paling rendah Rp 1.485/batang (naik 7,6%) dengan tarif cukai Rp 746/batang

2. Sigaret Putih Mesin (SPM)

a. Golongan I paling rendah Rp 2.495/batang (naik 4,8%) dengan tarif cukai Rp 1.336/batang
b. Golongan II paling rendah Rp 1.565/batang (naik 6,8%) dengan tarif cukai Rp 794/batang

3. Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan (SPT)

a. Golongan I harga jual eceran paling rendah Rp 1.555/batang sampai dengan Rp 2.170/batang dengan tarif cukai Rp 378/batang
b. Golongan II harga jual eceran paling rendah Rp 995/batang (naik 15%) dengan tarif cukai Rp 223/batang
c. Golongan III harga jual eceran paling rendah Rp 860 (naik 18,6%) dengan tarif cukai Rp 122/batang

4. Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) atau Sigaret Putih Tangan Filter (SPTF)

Harga jual eceran paling rendah Rp 2.375/batang (naik 5%) dengan tarif cukai Rp 1.231/batang

5. Sigaret Kelembak Kemenyan (KLM)

a. Golongan I harga jual eceran paling rendah Rp 950 dengan tarif cukai Rp 483/batang (sama dengan 2024)
b. Golongan II harga jual eceran paling rendah Rp 200 dengan tarif cukai Rp 25/batang (sama dengan 2024)

6. Jenis Tembakau Iris (TIS)

Harga jual paling rendah Rp 55-180, tidak berubah dari tahun ini

7. Jenis Rokok Daun atau Klobot (KLB)

Harga jual paling rendah Rp 290, tidak berubah dari tahun ini

8. Jenis Cerutu (CRT)

Harga jual paling rendah Rp 495 sampai Rp 5.500, tidak berubah dari tahun ini.

Sementara itu, jika mengacu pada HJE rokok elektrik juga mengalami kenaikan di 1 Januari 2025 kendati dari sisi tarif cukainya tidak berubah dibanding 2024. Adapun aturan itu ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2024 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Rokok Elektrik dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya.

Daftar harga jual eceran minimal rokok elektrik:

1. Rokok elektrik

a. Rokok elektrik padat minimal Rp 6.240/gram atau naik 6,01% dari sebelumnya Rp 5.886/gram, dengan tarif cukai tetap Rp 3.074/gram

b. Rokok elektrik cair sistem terbuka (isi ulang) minimal Rp 1.368/gram atau naik 22,03% dari sebelumnya Rp 1.121/gram, dengan tarif cukai tetap Rp 636/gram

c. Rokok elektrik cair sistem tertutup minimal Rp 41.983/gram atau naik 22,03% dari sebelumnya Rp 39.607/gram, dengan tarif cukai tetap Rp 6.776/gram

2. Hasil pengolahan tembakau lainnya

a. Tembakau molasses minimal Rp 257/gram atau naik 6,19% dari sebelumnya Rp 242/gram, dengan tarif cukai tetap Rp 135/gram

b. Tembakau hirup minimal Rp 257/gram atau naik 6,19% dari sebelumnya Rp 242/gram, dengan tarif cukai tetap Rp 135/gram

c. Tembakau kunyah minimal Rp 257/gram atau naik 6,19% dari sebelumnya Rp 242/gram, dengan tarif cukai tetap Rp 135/gram

Membagikan
Exit mobile version