Rabu, Februari 19


Jakarta

Pemerintah Prabowo-Gibran melakukan efisiensi besar-besaran. Anggaran dipangkas, termasuk pariwisata. Menurut pengamat, kini saatnya justru pembuktian.

Kementerian Pariwisata di bawah kepemimpinan Widiyanti Putri Wardhana kini dihadapkan pada kenyataan bahwa anggaran mereka dipangkas Rp 603,8 Miliar.

Dari anggaran semula sebesar Rp 1,48 Triliun, kini hanya tinggal tersisa Rp 884,9 Miliar. Pemangkasan itu tentu saja berdampak ke banyak hal. Hotel-hotel di daerah mulai ‘menjerit’ karena banyak acara MICE dari pemerintah yang dibatalkan.


Menpar Widiyanti sudah menegaskan, meski anggaran Kemenpar dipangkas, tetapi target mereka tidak akan berubah.

“Mengenai proyeksi target, target itu telah ditentukan oleh Bappenas, kami tidak menentukan target sendiri. Kami tidak melakukan proyeksi target baru karena kami optimistis bisa sampai dengan target tersebut,” kata Widiyanti dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu (12/2/2025) dikutip dari Antara.

Pengamat pariwisata, Taufan Rahmadi menilai justru di masa sekarang adalah saatnya pembuktian bahwa di tengah efisiensi anggaran, sektor pariwisata tetap bisa survive bahkan bisa menorehkan prestasi.

“Di tengah kondisi ini, menjadi jelas bahwa keberlanjutan pariwisata tidak lagi hanya bergantung pada kebijakan pemerintah semata, tetapi juga pada bagaimana seluruh elemen dalam ekosistemnya saling menguatkan,” kata Taufan kepada detikTravel, Jumat (14/2/2025).

Taufan menilai, saat seperti sekarang ini menjadi sebuah momentum bagi Menpar Widiyanti untuk mendefinisikan kembali perannya bukan sekadar sebagai eksekutor kebijakan, tetapi sebagai pemimpin orkestrasi kolaborasi.

“Setiap pihak, baik besar maupun kecil, memiliki perannya masing-masing dalam menjaga agar sektor ini tetap tumbuh dan berkembang. Sejarah telah membuktikan bahwa ketika tantangan datang, mereka yang mampu bertahan bukanlah yang paling kuat, tetapi yang paling adaptif,” imbuh Taufan.

Menurut Taufan, di era Presiden Prabowo, sektor pariwisata Indonesia tidak hanya dituntut untuk bertahan, tetapi juga untuk membuktikan bahwa dalam keterbatasan, ada peluang untuk melompat lebih tinggi

“Bukan tentang berapa besar anggaran yang tersedia, tetapi sejauh mana kreativitas, inovasi, dan sinergi dapat menjadi bahan bakar utama dalam menggerakkan industri pariwisata ke depan,” beber Taufan.

Dengan pendekatan kepemimpinan yang berorientasi pada efektivitas dan hasil nyata, Taufan menilai Presiden Prabowo ingin melihat bagaimana sektor pariwisata mampu menemukan jalannya sendiri tanpa selalu bertumpu pada anggaran negara.

Ada banyak yang bisa dilakukan pemerintah, terutama kolaborasi dengan berbagai pihak, supaya bagaimana bisa menjalankan program dan mencapai target tanpa bergantung sepenuhnya pada anggaran negara.

“Saat anggaran program teknis dipangkas hingga nol, solusi tidak dapat lagi datang dari satu arah melainkan dari sinergi, kreativitas, dan kerja bersama. Pariwisata adalah sektor yang hidup dari keterhubungan. Tidak ada satu elemen pun yang dapat berjalan sendiri,” kata Taufan.

“Ketika satu bagian mengalami tantangan, maka kekuatan sesungguhnya terletak pada bagaimana ekosistemnya saling menopang. Di tengah keterbatasan, muncul ruang bagi pendekatan yang lebih terbuka, lebih fleksibel, dan lebih dinamis,” pungkas dia.

(wsw/wsw)

Membagikan
Exit mobile version