Kamis, November 14


Jakarta

Angka wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia masih kalah dibanding jumlah wisatawan ke negara tetangga. Pemerintah diminta untuk tidak takut membuka rute-rute internasional yang baru.

“Kalau berbicara pariwisata kita harus mendatangkan wisman (wisatawan mancanegara), bukan berarti kita meninggalkan wisatawan nusantara, kalau wisatawan nusantara itu itu dia akan growing paling tidak 3 kali lipat dibanding wisman jadi misalkan kita ada wisman 10, domestiknya naik paling tidak 3 kalinya itu selalu rumusnya begitu,” ujar Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Hariyadi Sukamdani yang juga selaku Ketua Umum DPP Gabungan Industri Pariwisata Indonesia di Jakarta.

“Lalu pertanyaannya, teorinya gampang ya datangkan wismaan, strateginya gimana? Jadi kita harus melihat referensi yang ada dari seluruh negara, negara yang maju pasti kunjungan wisatawannya tinggi, jadi devisanya besar,” ujar Hariyadi.


Thailand misalnya, dengan jumlah penduduk 72 juta, jumlah turisnya mencapai hampir 40 juta pada 2019.

Contoh lain Turki dengan jumlah penduduk mencapai 85 juta, bisa menarik turis sebanyak hampir 50 juta orang. Sedangkan Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta, jumlah turis asing berkisar di angka 11 juta.

Salah satu penyebab masih kecilnya jumlah wisman ke Indonesia adalah kurangnya jumlah pesawat yang datang ke Indonesia. Selama ini ada anggapan pemerintah membatasi membuka rute-rute baru (inbound) ke Indonesia, karena khawatir justru akan lebih banyak orang Indonesia ke luar negeri.

“Ini salah pemikirannya, nggak ada ceritanya pesawat inbound dibuka luas, orang jadi outbound itu nggak. Karena Turki itu nggak lebih 10 juta yang outbound, yang paling banyak pergi ke negara sebelahnya, seperti Bulgaria. Thailand banyak jalannya ke Kamboja, jadi nggak begitu banyak,” ujarnya.

Di Indonesia, tahun 2023, jumlah orang Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri atau outbound mencapai 7,518 juta. Lebih dari 50 persen perjalanan wisatawan nusantara memiliki tujuan utama ke negara negara ASEAN. Arab Saudi merupakan negara tujuan utama kedua setelah ASEAN, sekitar 17,03 persen wisatawan nusantara mengunjungi Arab Saudi dengan mayoritas motivasinya untuk aktifitas keagamaan (ibadah haji dan umroh).

Membentuk BLU

Strategi lain untuk menyukseskan pariwisata Indonesia menurut Hariyadi adalah dengan membentuk BLU atau Badan Layanan Umum Pariwisata. “BLU ini sudah sukses di rumah sakit, di lembaga pendidikan, kalau di pariwisata itu bagaimana,” ujarnya.

Agar BLU ini bisa beroperasi, Hariyadi menyarankan ada realokasi anggaran. Beberapa pos yang anggarannya bisa direalokasi adalah dari pos pajak pariwisata, dan dari penerimaan visa.

“Saya sudah sampaikan di awal, kita tidak akan membebankan industri. Yang kita usulkan realokasi itu maksudnya bagaimana, pertama dari pajak daerah pariwisata sudah dipungut sebenarnya pajak hotel, restoran, pajak hiburan. Pajak terkait pariwisata itu ditarik oleh pemda khususnya kabupaten kota dan ini kita akan minta realokasi misalnya 2 persen 3 persen waktu pembicaraan dalam DPR itu dana dialokasikan untuk BLU. Kemudian visa, itu juga kita minta realokasi misalnya 50 persen dikembalikan ke BLU ini sehingga kita punya dana yang cukup,” ujarnya.

“Sehingga kita membuat strategi yang lebih tepat dan kebetulan kita tengah amandemen RUU Pariwisata,” dia menambahkan.

Selama ini untuk BLU terkait pariwisata baru ada BLU Badan Otorita Danau Toba dan Badan Otorita Borobudur.

(ddn/fem)

Membagikan
Exit mobile version