
Jakarta –
Peluncuran Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Perlindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik atau disebut sebagai Tata Kelola untuk Anak Aman dan Sehat Digital (TUNAS) dinilai terlalu terburu-buru. Perilsannya juga dikatakan minim transparansi.
Hal ini disampaikan oleh organisasi masyarakat sipil, ICT Watch. Dalam hal ini, mereka memiliki tiga catatan kritis atas hadirnya kebijakan TUNAS.
Pertama, ICT Watch merasa proses penyusunan TUNAS seakan mengejar tenggat waktu tertentu. Mereka menyadari, memastikan keselamatan dan keamanan anak adalah hal yang mendesak dan perlu disegerakan, tapi menurutnya juga tak mesti terburu-buru. Mereka menegaskan, ketika dilakukan terburu-buru, berisiko menghilangkan esensi utama keselamatan dan keamanan anak.
Kedua, organisasi sipil ini menghargai itikad baik pemerintah yang mengundang sejumlah pihak dalam beberapa pertemuan untuk membahas kebijakan TUNAS. Namun mereka menyatakan kalau prosesnya masih belum menjunjung asas kebermaknaan, kesetaraan dan inklusivitas.
Berdasarkan informasi yang diterima detikINET, keterlibatan organisasi masyarakat sipil, anak, dan pemangku kepentingan lainnya cenderung sekadar tokenisme. Mereka menekankan, tanpa pelibatan bermakna, setara, dan inklusif, regulasi yang terbentuk hanya aturan sepihak yang terkesan ‘top down’.
Terakhir, ICT Watch menyinggung kalau proses pembahasan terkait kebijakan ini minim transparansi dan akuntabilitas. Dikatakannya, ketika proses pembahasan berjalan, informasi soal perkembangan RPP, draf final, maupun catatan lainnya tidak tersedia untuk publik.
“Ini bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi sebagaimana dijamin oleh UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU No 12 Tahun 2011 (dan perubahannya) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” bunyi pernyataan ICT Watch dalam siaran pers, Sabtu (29/3/2025).
Berdasarkan catatan kritis tersebut, ICT Watch mendesak pemerintah, terlebih khusus Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk memahami beberapa hal berikut:
- Penyusunan regulasi terkait internet di Indonesia wajib patuh pada asas transparansi, akuntabilitas, dan inklusivitas sebagaimana diatur dalam UU no.12 / 2011 (dan perubahannya).
- Menyediakan akses yang terbuka kepada publik terkait notulensi pembahasan/perumusan RPP, darf RPP final maupun naskah PP yang telah disahkan.
- Menjamin bahwa penyusunan regulasi terkait kepentingan publik hendaknya selalu menjunjung pelibatan secara bermakna para pemangku kepentingan majemuk (multi stakeholder).
- Dalam proses penyusunan Peraturan Menteri yang akan mengatur secara lebih teknis pelaksanaan kebijakan ini, harus memperhatikan catatan kritis tadi.
(hps/hps)