Senin, Februari 3


Jakarta

Sport car Toyota Supra menabrak tiang lampu hingga roboh di dekat Bundaran HI, Jakarta Pusat. Diduga sopir sport car Toyota Supra itu tidak bisa mengendalikan mobil.

“Kendaraan yang terlibat sedan Toyota Supra out of control,” kata Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Ojo Ruslani kepada wartawan, Senin (3/2/2025).

“Dugaan sementara penyebab kecelakaan pengemudi sedan Toyota Supra kurang hati-hati dan konsentrasi dalam berkendara,” lanjut Ojo.


Insiden kecelakaan terjadi pada Senin (3/2) pukul 02.00 WIB. Saat itu mobil Toyota Supra yang dikemudikan pria berinisial UNY (22) melaju dari Utara ke Selatan di Jalan MH Thamrin.

“Sesampainya di Bundaran HI, kendaraan Sedan Toyota Supra memutar balik dan sampai di TKP tepatnya depan Kedubes Jerman, diduga kurang hati-hati dan konsentrasi oleng menabrak tiang penerangan lampu jalan dan menabrak pembatas taman,” jelas Ojo.

Akibat kejadian itu, tiang lampu jalan roboh dan menimpa pengendara motor Honda Vario, pria berinisial ER (31). Kecelakaan tersebut juga mengakibatkan pengemudi mobil Supra mengalami luka.

“Kendaraan sedan Toyota Supra mengalami kerusakan pada bagian depan sebelah kanan hancur,” imbuhnya.

Menurut praktisi keselamatan berkendara sekaligus Director Training Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), Sony Susmana, mengendarai mobil berperforma tinggi tidak bisa sembarangan membejek gas.

Apalagi Toyota Supra yang digeber itu identitasnya keluaran tahun 2019 alias Mk5. Mobil itu menggendong mesin 3.000 cc turbo 6-silinder segaris, dikombinasi transmisi 8-speed Sport Automatic. Di atas kertas bisa menghasilkan tenaga maksimal sebesar 340 PS yang dicapai pada putaran mesin 5.000-6.500 rpm dan torsi maksimal sekitar 500 Nm pada putaran 1.600-4.500 rpm.

Sony bilang, jika pengendara salah menangani mobil, maka mobil yang akan menguasai pengendaranya. Dengan kata lain, pengemudi tidak bisa mengontrol kendaraan.

“Sensitivitas terhadap pedal masih belum bagus, jadi agak kaku saat mau ngegas atau lepas gas. Sementara ketika digas, raungan mesin menimbulkan sensasi adrenalin naik. Dan di situ lah power mesin mendominasi,” ujar Sony kepada detikOto, beberapa waktu lalu.

“Untuk anak muda, itu kan penuh dengan gelora. Ketika dikasih kendaraan yang super cepat, pasti niat untuk membejek sudah ada di dalam pikiran. Pengalaman yang minim dan perhitungan yang rendah, siap-siap aja kecelakaan,” kata Sony.

“Pemula atau usia muda jadinya susah untuk mengemudi mobil sport akhirnya dia yang dikemudikan mobil sport,” sebutnya.

Ditegaskan Sony, kebut-kebutan di jalan raya merupakan ketidaktertiban dalam berlalu lintas.

“Jalan raya atau tol sering dijadikan ajang trek-trekan dan tes mesin buat mobil sport. Sekalipun sepi bukan berarti boleh asal ngegas. Salah satu penyebab kecelakaan karena adanya perbedaan kecepatan antara mobil satu dengan yang lain. Apalagi kalau bicara kecepatan itu, tidak hanya bicara keterampilan berkendara, tapi butuh jam terbang, kematangan dalam berpikir dan emosi yang stabil. Itu pun bicara sirkuit bukan jalan umum,” jelas Sony.

(riar/rgr)

Membagikan
Exit mobile version