Jakarta –
Pejabat yang menggunakan transportasi umum disebut sebagai pemandangan langka. Tapi apa kata pejabat kalau diminta menggunakan transportasi umum?
Bukan rahasia lagi kalau pejabat di Tanah Air mendapatkan sejumlah fasilitas untuk bisa menunjang pekerjaannya. Salah satu fasilitas yang didapat berupa pengawalan untuk membelah kemacetan di jalan. Makanya, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menyebut, menjadi langka kalau melihat ada pejabat yang menggunakan transportasi umum.
Padahal, Djoko menilai pejabat seharusnya bisa mencontohkan ke masyarakat untuk menggunakan transportasi umum. Tak setiap hari, setidaknya sepekan sekali para pejabat bisa menggunakan transportasi umum. Terlebih di Jakarta, layanan transportasi umum sudah terintegrasi satu sama lain.
“Diperlukan pejabat yang peka terhadap kehidupan sosial masyarakat. Hal yang langka di Indonesia, jika bisa menemukan pejabat yang mau setiap hari menggunakan kendaraan umum ke tempat kerja,” ujar Djoko belum lama ini.
Dengan menggunakan transportasi umum, para pejabat bisa merasakan sepenuhnya kondisi yang dirasakan masyarakat. Di sisi lain, penggunaan patwal, kata Djoko, sebaiknya terbatas hanya untuk presiden dan wakil presiden.
“Perhitungkan, sekarang setiap hari lebih dari 100-an kendaraan harus dikawal polisi menuju tempat beraktivitas, jalan-jalan di Jakarta akan semakin macet dan membikin pengguna jalan menjadi stress dengan bunyi-bunyian sirene kendaraan patwal. Jalan yang dibangun melalui pungutan pajak digunakan oleh masyarakat umum,” ujar Djoko.
Tanggapan Para Pejabat soal Usulan Naik Transportasi Umum
Sejumlah pejabat angkat suara suara soal usulan naik transportasi umum tersebut. Bagi sejumlah pejabat, usulan naik transportasi umum bukan masalah berarti. Sebagian juga mengaku terbiasa menggunakan transportasi umum. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia misalnya, mengatakan dirinya sudah sangat akrab dengan transportasi umum. Apalagi dulu dirinya sempat menjadi sopir angkot.
“Jadi nanti gue jelasin bagaimana cara naik angkot yang benar. Bagi saya, jangan diajarin dengan itu. Karena memang itu ilmu saya,” jelas Bahlil dikutip detikNews.
Senada dengan Bahlil, Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Christina Aryani menyebut tak ada masalah dengan penggunaan transportasi umum untuk pejabat.
“Kalau dulu kan kita ribet untuk pergi ke stasiun dan lain-lain, tapi sekarang kan udah sangat mudah. Jadi memang nggak ada yang salah dengan transportasi umum. Bahkan itu lebih bisa menghemat waktu ketika keadaan macet dan lain-lain itu bisa predictable,” kata dia.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengatakan, bila usulan itu bertujuan untuk menghilangkan pengawalan bagi pejabat, maka dirinya memilih menggunakan motor. Menurut Nusron, motor lebih praktis dan cepat.
“Sebetulnya kalau tujuannya malah untuk itu (menghilangkan pengawalan), sekali-sekali naik sepeda motor, saya malah lebih setuju. Kenapa? Bisa lebih cepat naik sepeda motor. Atau sekali-kali jalan kaki kalau jalanan pendek, itu malah lebih pendek,” tutur Nusron.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid malah justru tertarik menggunakan sepeda. Meutya beberapa waktu lalu terbiasa bersepeda road bike 40-50 Km, dalam sebulan sekali dapat bersepeda sejauh 100 Km.
“Nanti kita coba dulu ya, sudah lama nggak sepedaan semoga masih kuat he-he,” ujar Meutya.
Menteri Koordinator Bidang Pangan RI Zulkifli Hasan juga tak masalah untuk naik transportasi umum. Kata Zulhas dia juga sudah akrab dengan transportasi umum. Namun, kata mantan Menteri Perdagangan itu, tak bisa dilakukan dalam setiap kegiatan. Pasalnya, bila jadwal cukup padat maka mau tidak mau menggunakan kendaraan dinas dengan kawalan.
“Jadi bukan buat gaya-gayaan. Kalau perlu cepat, baru. Kalau nggak, kita juga bisa sambil lari, bisa naik ojek, tidak ada masalah,” beber Zulhas.
(dry/rgr)