Selasa, Oktober 8

Jakarta

Sindikat kriminal di Asia Tenggara disebut menggunakan Telegram sebagai bagian dari kejahatannya.

Temuan ini diungkap oleh badan milik Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) bernama United Nations Office for Drugs and Crime (UNODC) dalam laporan terbarunya, demikian dikutip detikINET dari Reuters, Selasa (8/10/2024).

Menurut UNODC, Telegram membuat perubahan besar dalam operasional sejumlah sindikat kriminal besar di Asia Tenggara. Penyebabnya adalah moderasi di Telegram sangat minim serta tingkat enkripsi pesan yang tinggi, yang membuat Telegram menjadi tempat ideal untuk melakukan aktivitas ilegal.


Mereka pun menyebut Telegram menjadi sentra utama untuk pertukaran data hasil peretasan. Termasuk di dalamnya adalah data kartu kredit curian dan data pribadi yang lazim diperjualbelikan secara “terbuka” di Telegram.

Selain itu, software yang lazim dipakai penjahat siber seperti software deepfake ataupun malware pencuri data juga diperjualbelikan di platform ini.

Ada juga tempat penukaran mata uang kripto tanpa lisensi yang beroperasi di Telegram, yang membuatnya bisa dijadikan tempat pencucian uang. Bahkan jasa ini pun sempat dipromosikan dalam sebuah iklan yang berbunyi “Kami memindahkan USDT 3 juta hasil curian ke seluruh dunia setiap harinya,” yang menunjukkan skala operasi yang ada di aplikasi ini.

“Ini adalah bukti kuat dari pasar gelap yang berpindah ke Telegram,” tulis UNODC dalam laporan tersebut.

Laporan tersebut juga menyebutkan banyak sindikat kriminal ini yang berasal dari China dan melancarkan aksinya dari lokasi yang tak terdeteksi menggunakan pekerja ilegal. Industri ini juga disebut menghasilkan uang antara USD 27,4 miliar hingga USD 36,5 miliar setiap tahunnya.

(asj/afr)

Membagikan
Exit mobile version