Rabu, September 18

Moskow

Ditahannya Pavel Durov, pendiri Telegram, benar-benar menghebohkan Rusia. Bahkan yang berseteru pun bersatu untuk menyuarakan agar Durov dibebaskan oleh Prancis.

Ilya Yashin, kritikus keras Vladimir Putin yang baru-baru ini bebas dari penjara, dan Margarita Simonyan, propagandis Kremlin fanatik, menemukan titik temu. Yashin maupun Simonyan, bersama warga Rusia lain, bersatu dalam menuntut pembebasan Durov.

“Saya tidak menganggap Pavel Durov seorang penjahat dan saya harap dia dapat membuktikan tidak bersalah di pengadilan,” tulis Yashin di X.


Sentimen itu digaungkan oposisi. Mereka mengagumi Durov saat sebagai CEO media sosial VKontakte, menerima permintaan menghapus konten oposisi. Durov menolak dan dipaksa menjual VKontakte pada negara, menjadikannya pentolan teknologi langka yang menentang otoritas Rusia.

Proyek Durov berikutnya, Telegram, memperkenalkan channel yang memungkinkan moderator menyebar informasi dengan cepat ke sejumlah besar pengikut. Fitur ini menjadikannya platform utama untuk mengorganisasi protes anti Putin.

Oposisi Rusia cemas ditangkapnya Durov oleh otoritas Prancis mendorong Moskow menutup platform tersebut di dalam negeri. Namun, pihak pemerintah ternyata juga membela Durov setelah dulu ‘mengusirnya’. Penahanan Durov digambarkan oleh pejabat Rusia sebagai contoh kemunafikan Barat atas kebebasan berbicara.

Bahkan ada spekulasi badan intelijen Barat menangkap Durov untuk mendapat akses ke kunci Telegram, termasuk obrolan pribadi dan data jutaan orang Rusia. Artinya, Telegram akan dikendalikan Barat. “Tiap orang yang terbiasa menggunakannya percakapan sensitif harus menghapus sekarang juga dan tak melakukannya lagi,” cetus propagandis Kremlin, Simonyan.

Masa depan Telegram pun dipertanyakan. Analis percaya penangkapan Durov dapat menghambat penggalangan dana Telegram dan merusak stabilitas keuangannya. Ada pula kekhawatiran Telegram tak bisa lagi mempertahankan perlindungan privasi, terutama setelah laporan penegak hukum coba mengakses basis data obrolan pribadi Telegram.

Sejak dimulainya invasi Rusia ke Ukraina bulan Februari 2022, Telegram telah berfungsi sebagai alat komunikasi internal tentara Rusia maupun sebagai platform bagi Kremlin menyampaikan narasi tentang perang kepada warga Rusia.

Adapun pihak Ukraina biasa dan militer negara itu juga menggunakan Telegram untuk mengumpulkan dana bagi tentara dan membuat blog tentang perang. Namun, untuk komunikasi internal, angkatan darat diketahui lebih mengandalkan platform Signal.

(fyk/fay)

Membagikan
Exit mobile version