Rabu, Desember 25


Jakarta

Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Penyelenggaraan Haji DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung DPR RI, Jakarta. Rapat yang dipimpin oleh Anggota DPR RI Nusron Wahid ini menghadirkan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah, sebagai saksi untuk memberikan keterangan terkait pelaksanaan dan pengelolaan dana haji 2024.

Dalam rapat yang digelar Senin (2/9/2024) tersebut, Nusron Wahid menyatakan bahwa Pansus ingin menggali lebih dalam mengenai dua aspek utama. Pertama, terkait dengan pembayaran pelaksanaan ibadah haji tahun 2024 yang menjadi sorotan anggota Pansus. Kedua, mengenai sistem pengelolaan keuangan haji secara menyeluruh, yang bertujuan untuk memperbaiki tata kelola keuangan haji di masa mendatang.

Salah satu isu yang diangkat adalah dugaan adanya ketidaksesuaian antara surat dari Kementerian Agama (Kemenag) yang diterima BPKH pada 10 Januari 2024 dengan hasil kesepakatan rapat antara pemerintah dan DPR RI.


“Surat tersebut diduga memuat soal jumlah kuota jemaah haji yang berbeda dengan hasil kesepakatan dalam rapat antara pemerintah bersama DPR RI,” ujar Nusron Wahid dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (3/9/2024).

Pansus juga menyoroti pengelolaan keuangan haji oleh BPKH, terutama terkait nilai manfaat operasional biaya haji 2024.

Anggota Pansus, Arteria Dahlan, mengkritik penggunaan istilah ‘pagu’ oleh Fadlul Imansyah dalam menjelaskan dana manfaat operasional sebesar Rp 8,2 triliun yang disepakati pada rapat 27 November 2023.

“Saya tidak sepakat angka itu dibilang pagu. Pagu dari mana istilah pagu?” kata Arteria.

Fadlul menjelaskan bahwa BPKH mentransfer nilai manfaat operasional sebesar Rp 7,8 triliun, sesuai dengan permintaan Kemenag yang disesuaikan dengan perubahan pembagian kuota haji. Ia menyebut bahwa perubahan kuota haji reguler dan khusus tersebut berpengaruh pada besaran dana yang ditransfer, sesuai dengan surat Kemenag yang diterima pada 10 Januari 2024.

Setiap saksi yang dihadirkan dalam Pansus, termasuk Kepala BPKH, diambil sumpahnya sebelum memberikan keterangan. Hal ini menegaskan bahwa semua keterangan yang diberikan dapat menjadi bukti material dalam penegakan hukum, dan jika ditemukan adanya pelanggaran, hal tersebut bisa menjadi sumber bukti yang kuat.

(prf/ega)

Membagikan
Exit mobile version