Jakarta –
Tahun depan dihadapi dengan rencana kenaikan pajak. Potensi harga barang bakal makin mahal, termasuk sepeda motor.
Seperti diketahui penjualan sepeda motor di Indonesia sempat mengalami penurunan sebesar 7,8 persen pada September 2024 dibanding bulan sebelumnya. Penurunan ini termasuk paling signifikan dalam tiga bulan sebelumnya.
Berdasarkan data Asosiasi Industri Sepeda motor Indonesia (AISI) penjualan motor September menyentuh angka 528.715 unit, sementara Agustus sebanyak 573.886 unit. Masih dalam sumber data yang sama, pada bulan Oktober 2024 industri sepeda motor Indonesia sukses menjual 544.392 unit motor, naik tipis dari penjualan bulan September 2024 yang mencatatkan angka 528.715 unit.
Industri otomotif lalu dihadapkan dengan potensi kenaikan pajak. Hal ini terjadi imbas kebijakan opsen atau pungutan tambahan pajak dari pemerintah daerah. Di sisi lain, tambahan opsen pajak atas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) juga memicu kekhawatiran industri.
Regulasi opsen pajak diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) yang telah disahkan pada 5 Januari 2022 dan berlaku tiga tahun kemudian atau berlaku 5 Januari 2025 nanti. Dalam pasal 83 disebutkan tarif opsen PKB dan BBNKB dikenakan sebesar 66 persen.
PT Astra Honda Motor (AHM) sebagai pemimpin pasar roda dua di Tanah Air berharap pemerintah bisa menjaga daya beli imbas berlakunya opsen pajak.
“Opsen itu peraturan masing-masing daerah, mereka punya kewenangan untuk mengelola keuangan. Baik mereka menggunakan anggaran untuk pembangunan ataupun pemungutan pajak. Tentu opsen ini kalau sampai dinaikkan, dampaknya sangat signifikan, jadi sangat memberatkan buat masyarakat, buat konsumen, buat industri ini juga terdampak,” ujar Thomas Wijaya, Executive Vice President Director PT AHM di Cikarang, Jawa Barat, Jumat (7/12/2024).
“Tapi kembali yang terdampak ini tidak hanya industri sepeda motor, termasuk komponen, termasuk lembaga pembiayaan, jadi rantai bisnis sepeda motor ini akan terdampak, kalau sampai opsen diberlakukan,” kata dia.
Mengenai kenaikan harga, Direktur Pemasaran PT AHM Octavianus belum menghitung secara pasti tergantung besaran dasar pengenaan BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor), PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) dan NJKB (Nilai Jual Kendaraan Bermotor) dari masing-masing pemerintah daerah. Namun jika opsen pajak berlaku sesuai aturan, harga motor dipastikan makin mahal.
“Itu tergantung model by model, kalau simulasi saya dengan angka normal, nanti area per area bisa lain, Pemda ada yang bisa lebih tinggi dan rendah. Itu (kenaikan) bisa Rp 700 ribu sampai Rp 2 juta,” kata Octa dalam kesempatan yang sama.
Di sisi lain, tarif PPN 12% pada 1 Januari 2025 tampaknya masih akan tetap sesuai agenda. Meski saat ini ditentang banyak kalangan, belakangan muncul gagasan implementasi PPN 12% bakal lebih selektif. Dengan kata lain, tarif PPN itu tidak menyasar seluruh barang dan jasa.
“Pasti pemerintah itu sudah banyak mempertimbangkan, komprehensif dalam membuat policy. Kita harapkan kalaupun mereka (pemerintah) sudah menaikkan, kita akan mengikuti,” kata Thomas.
“Tapi tentu harapannya pemerintah punya program, punya policy untuk mendorong daya beli. Supaya market-nya tidak berpengaruh,” jelas dia.
“Kita berharap tidak mempengaruhi daya beli, supaya ekonomi bisa bergerak juga. Jadi ya, harga mungkin bisa alami kenaikan. Cuma kenaikan sebagian besar, masih bisa punya daya beli,” sambungnya lagi.
(riar/rgr)