Jakarta –
Kementerian Perhubungan baru saja mengeluarkan regulasi untuk penurunan tarif PNBP Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) atau Passenger Service Charge (PSC) sebanyak 50%. Regulasi ini menyasar bandara-bandara yang dikelola Kemenhub saja, dan terbatas hanya pada musim Natal dan tahun baru saja.
Regulasi yang dimaksud adalah Keputusan Dirjen Perhubungan Udara nomor KP 250 DJPU tahun 2024 tentang Pengenaan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak Sebesar 50% Terhadap Pelayanan Jasa Kebandarudaraan pada Unit Penyelenggeraan Bandar Udara di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Selama Masa Hari Raya Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 yang diteken pada 22 November 2024.
Pengamat menilai penurunan PSC yang juga banyak disebut pajak bandara dinilai kurang nendang menurunkan harga tiket pesawat. Sebab, regulasi tersebut baru menyasar bandara-bandara yang dikelola Kemenhub saja. Umumnya, tarif PSC di bandara yang dikelola Kemenhub jumlahnya tak besar.
“Ini kan cuma dikelola Kemenhub saja, UPBU ya nggak seberapa, karena jumlah UPBU ini kan juga tak banyak hanya di bandara kecil di daerah dan PJP2U-nya ya paling cuma Rp 50-75 ribuan aja, ya paling dipangkas jadi Rp 20-40 ribu saja nggak begitu terasa,” sebut Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI) sekaligus pengamat penerbangan Alvin Lie ketika dihubungi detikcom, Selasa (26/11/2024).
“Jadi benar harga akan turun tapi rasa rasanya tidak signifikan kalau penurunan fuel surcharge dan PJP2U-nya, kecuali Angkasa Pura mau pangkas juga maka agak terasa,” sebutnya.
Bila bandara besar yang dikelola BUMN juga ikut menurunkan tarif PSC pun, Alvin menilai nilai penurunan harga tiketnya tak besar. Tak sampai 10% bahkan seperti yang ditargetkan pemerintah.
Pemerintah, menurutnya harus fokus ke penurunan biaya-biaya operasional maskapai penerbangan. Dengan begitu, maskapai bisa lebih leluasa untuk menurunkan harga tiket.
“Kalau maskapai tida mengalami penurunan dan pengurangan biaya operasi rasa rasanya mereka akan sulit mempertahankan ini,” kata Alvin.
Sementara itu, pengamat penerbangan Gatot Raharjo mengungkapkan perhitungan PSC itu besarnya tergantung masing-masing bandara. Ada bandara yang PSC-nya kecil ada juga yang besar. Jadi besar kecilnya penurunan harga tiket tergantung rute yang mau dilalui pesawat.
Sebagai contoh, PSC paling besar dalam penerbangan domestik adalah di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta yaitu hingga Rp 130 ribu per penumpang. Bila ada penurunan 50% bisa jadi ada penurunan harga sampai Rp 65 ribu.
Namun, seperti diketahui Bandara Soekarno Hatta sendiri dikelola oleh BUMN Angkasa Pura, yang sampai saat ini belum ada keputusan resminya akan menurunkan PSC juga atau tidak.
“Jadi kalau besar kecilnya pengaruh, itu tergantung dari bandara mana. Saat ini PSC terbesar penerbangan domestik ada di T3 bandara Soekarno Hatta yaitu Rp 130 ribu. Yang lainnya di bawah itu. Kalau dipangkas 50% berarti ada penurunan langsung Rp 65 ribu,” sebut Gatot ketika dihubungi detikcom.
“Tapi untuk PSC Bandara yang dikelola BUMN itu aturannya belum turun,” sebutnya menambahkan.
Menurutnya penurunan harga tiket akan makin berasa bila bandara-bandara kelolaan BUMN juga ikut menerapkan penurunan biaya PSC. Kemudian, kebijakan memangkas kompensasi fuel surcharge diterapkan juga.
Bila dua kebijakan itu diberlakukan Gatot yakin penurunan harga tiket pesawat bisa sampai Rp 100 ribu per tiket.
“Kalau nanti di T3 jadi diterapkan ya lumayan ada penurunan Rp 65 ribu. Dan kemarin juga sudah dibahas akan diturunkan juga fuel surcharge. Kalau FS jadi diturunkan juga, penurunannya total + PSC bisa lebih dari 100 ribu. Ya lumayan lah,” pungkas Gatot.
(hal/rrd)