Depok –
Istilah Belanda Depok muncul bukan tanpa alasan. Orang-orang yang tinggal di Depok zaman itu mendapatkan pendidikan ala Eropa sehingga mereka fasih berbahasa Belanda.
Istilah Belanda Depok tersebut ditujukan untuk Kaoem Depok yang memiliki keturunan budak Cornelis Chastelein. Mereka fasih berbahasa ala Meneer Belanda.
Kefasihan budak-budak Chastelein berbicara dengan bahasa Belanda itu setelah menerima pendidikan layak dan khusus dari Chastelein. Saat itu, pendidikan serupa tidak didapatkan pribumi lainnya.
Chastelein yang memang memiliki cara pandang yang berbeda dengan VOC. Dia bahkan meninggalkan pekerjaannya sebagai petinggi VOC karena menilai prinsip ekonomi dengan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan modal seminimal mungkin tidak cocok dengan dia.
Begitu pula soal pendidikan. Chastelein memberikan pendidikan serta mengajari budak-budak itu berbahasa Belanda.
Budak-budak dengan 12 marga yang diberikan itu pun menjadikan bahasa Belanda sebagai bahasa sehari-hari. Mereka fasih saat berbincang-bincang dengan bahasa itu.
Menurut Koordinator Bidang Sejarah YLCC, Boy Loen, kefasihan berbahasa Belanda dan hadir istilah Belanda Depok tak lain karena adanya Sekolah Dasar Eropa atau Europeesche Lagere School yang kini SDN Pancoran Mas Dua.
“Istilah Belanda Depok itu munculnya ketika dihadirkan sekolah dasar yang berbahasa Eropa. Itu namanya Europeesche Lagere School atau sekolah dasar berbahasa Eropa,” kata Boy kepada detikTravel kemudian menyesap minuman dalam cangkir yang ada di hadapannya.
Hadirnya sekolah itu juga diinisiasi oleh organisasi yang dikelola oleh eks budak-budak Chastelein, Gemeentebestuur yang didirikan untuk memenuhi hak pendidikan hingga menyelesaikan masalah sosial lainnya.
Sekolah dasar itu dulunya memang diperuntukan bagi masyarakat Eropa, terkhusus masyarakat Belanda. Namun karena eks budak Chastelein telah memiliki hak istimewa, sehingga keturunan-keturunan eks budak Chastelein pun bisa bersekolah di sekolah tersebut.
“Ya untuk pertama memang buat orang Eropa, tapi orang-orang Depok yang eks budak Chastelein boleh masuk situ, karena mereka sudah hirarki hukumnya disamakan. Ada juga pihaknya (selain keturunan eks budak Chastelein) yang memiliki hak privilege untuk bersekolah di sana misalnya pribumi bangsawan dan sebagainya,” kata Boy.
Boy melanjutkan, bagi keturunan eks budak Chastelein yang ingin bersekolah di sana tak perlu mengeluarkan biaya. Karena semuanya telah di-cover oleh Gemeentebestuur, mulai dari uang seragam hingga buku.
“Nah itu mereka kan oleh Gemeentebestuur asal mau sekolah, uang sekolah dibayarin, uang seragam dibayarin, buku-buku juga, sepatu juga. Jadi mereka bersekolah di sana,” dia menambahkan.
Jenjang-jenjang sekolah yang ditekuni oleh keturunan eks budak Chastelein itu memang rata-rata berbahasa Belanda. Sehingga mereka fasih dalam bertutur, menulis, membaca Bahasa Belanda dan semua itu menjadi modal baik saat mereka akan mencari kerja di zaman itu.
“Ketika mereka lulus, mereka fasih berbahasa Belanda, baca-tulis, pronunciation. Jadi mereka dengan mudah dapat pekerjaan di Batavia sebagai amtenar atau PNS, pegawai bank, pegawai asuransi, pegawai perusahaan ekspor-impor,” ujar Boy.
(wsw/fem)