Senin, Oktober 14


Jakarta

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap salah satu penyebab banyak Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang harus ditutup. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyebut ada kendala penyuntikan modal oleh pemerintah daerah sebagai pemilik BPR.

Dian menyebut, selama ini penyuntikan modal untuk BPR yang bermasalah keuangannya selalu terkendala proses politik pemerintah daerah.

“Tentu saja kalau pemerintah daerah maupun pemerintah pusat kalau mau meng-inject modal itu memerlukan waktu yang sangat lama, proses politiknya ada. Sementara kalau BPR sebagai bank itu tentu saja memerlukan rescue yang sangat cepat,” kata dia dalam Roadmap Penguatan Bank Pembangunan Daerah, di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat, Senin (14/10/2024).


Itu alasannya mengapa OJK ingin pengendalian BPR di bawah Bank Pembangunan Daerah (BPD). Dengan begitu, pemerintah daerah dilarang ikut mengendalikan langsung.

“Oleh karena itu memang koordinasi di bawah BPD itu merupakan salah satu solusi yang kita sedang apa namanya kita terapkan pada saat ini,” terangnya.

Dian mengatakan, hal ini sebagai cara untuk mengatasi permasalahan, karena menurutnya BPD lebih kuat jika terjadi sesuatu pada BPR.

“Jadi BPD ini pertama kita asumsikan dia lebih kuat dalam segala hal dia lebih kuat, termasuk dalam permodalan dan lain sebagainya, governance apalagi ya. Itu diharapkan kita akan lebih baik, sehingga ke depannya nanti adalah kalau ada terjadi sesuatu permasalahan dengan BPR, itu BPR bisa di-rescue dengan cepat,” terang dia ditemui usai acara.

Dian menyebut, selama ini saat BPR pengendalinya adalah pemerintah daerah. Saat menyelesaikan masalah di BPR banyak proses politik yang harus dilalui.

“Jadi tidak lagi mengandalkan ada proses politik di DPRD dan lain sebagainya, tapi ini lebih cepat bisa diselesaikan oleh BPD,” pungkasnya.

Tahun ini sudah ada 15 BPR yang dicabut izin usahanya. Dian memprediksi tahun ini BPR yang tutup akan lebih dari 20.

(ada/ara)

Membagikan
Exit mobile version