Jumat, September 27

Jakarta

Para peneliti di Langley Research Center NASA mengajukan rencana untuk mempelajari Bulan dan Mars. Idenya kali ini cukup aneh, yaitu dengan menembaknya menggunakan peluru yang dirancang khusus.

Manusia dapat mempelajari banyak hal tentang Bulan melalui pengamatan teleskop, dan lebih banyak lagi dengan pergi ke sana sendiri serta mengambil sampel. Namun, menurut proyek penelitian NASA yang diusulkan, tidak ada yang lebih baik dibandingkan dengan pergi ke sana dan melakukan peledakan.

Meskipun Mars dan Bulan kini dapat diakses oleh robot penjelajah maupun astronaut, area tertentu seperti kawah dengan tanggul curam, jauh lebih sulit diakses. Hal ini sangat disayangkan, karena misi masa depan ke Bulan dan sekitarnya mungkin bergantung pada penambangan dan penggalian mineral yang ada di sana.


“Untuk mengatasi kekurangan ini, konsep perangkat baru menawarkan peluru mikrospektrometer yang dapat ditembakkan untuk akses langsung ke area dengan formasi geologis yang tidak rata dan lingkungan yang ekstrem,” kata para peneliti Langley Research Center NASA, seperti dikutip dari IFL Science, seperti dilihat Kamis (26/9/2024).

Dalam makalah yang dipresentasikan di event 37th International Geological Congress 2024, para peneliti menyebutkan Mikro-spektrometer sekali pakai yang bentuknya seperti peluru dapat menembus tanah untuk mengidentifikasi komponen tanah secara spektral, seperti air, He-3, atau mineral lainnya. Selanjutnya, sinyal dari data uji tanah akan dikirimkan ke stasiun induk melalui sistem telemetri.

Untuk diketahui, spektroskopi telah digunakan untuk mempelajari objek luar angkasa selama bertahun-tahun, meskipun kita tidak menyadari apa yang kita lihat pada awalnya. Pada tahun 1802, William Wollaston menyadari bahwa cahaya dari Matahari yang terbagi menjadi warna-warna komponennya oleh sebuah prisma menunjukkan garis-garis hitam di antara beberapa warna tersebut, yang kemudian dianalisis lebih lanjut oleh Joseph von Fraunhofer.

Wollaston percaya bahwa garis-garis gelap tersebut merupakan perbedaan alami antara warna-warna tersebut, tetapi kemudian fisikawan Jerman Gustav Robert Kirchoff dan kimiawan Robert Wilhelm Eberhard Bunsen menemukan bahwa garis-garis tersebut disebabkan oleh objek yang menyerap cahaya dalam spektrum tertentu. Dengan melihat garis-garis tertentu yang hilang, kita dapat mengetahui elemen apa yang ditemui cahaya dalam perjalanannya menuju kita.

Difraksi Fraunhofer telah digunakan untuk mempelajari objek yang jauh dari detektor, tetapi jika dilihat dari dekat, dimungkinkan untuk menggunakan jenis difraksi lain yang dikenal sebagai difraksi Fresnel, dan inilah yang akan digunakan dalam peluru.

Konsep ini juga dapat digunakan untuk mempelajari asteroid, atau objek luar angkasa apa pun secara kimiawi dan dapat digunakan sebagai target latihan.

“Peluru spektrometer mikro yang dikembangkan Langley Research Center ini terdiri dari optik spektrometer mikro dengan sumber cahaya ultraviolet (LED UV) dioda pemancar cahaya mode semburan yang tertanam sepenuhnya, kapasitor super dengan kontrol elektronik, dan elektronik telemetri,” papar tim peneliti.

Meskipun merupakan ide yang menarik, konsep ini belum sepenuhnya siap. Sejauh ini, prototipe telah dibuat untuk menunjukkan uji spektral komponen tanah. Namun suatu hari nanti, bukan tidak mungkin kita akan belajar tentang batuan Bulan dan Mars dengan mengarahkan senjata dan menembaknya.

(rns/fay)

Membagikan
Exit mobile version