Minggu, Februari 23
Jakarta

Bila bukan karena mengikuti acara Jakarta Walking Tour pada akhir pekan lalu, saya tak akan pernah tahu bahwa di jalan Teuku Umar no 40 terdapat sebuah museum, tepatnya Museum Sasmitaloka AH Nasution yang berlokasi di bekas kediaman sang jenderal.

Museum yang diresmikan tanggal 3 Desember 2008 ini masih mempertahankan bentuk bangunan asli rumah pribadi.

Sebelum menjadi kediaman AH Nasution, pada mulanya bangunan ini merupakan tempat tinggal pegawai Gubernur Jenderal Belanda. Hingga saat ini, rumah ini masih sangat kokoh meskipun usianya lebih dari satu abad sejak dibangun pada tahun 1923.


Menyandang nama resmi Museum Sasmitaloka yang berarti tempat untuk mengingat atau mengenang, museum ini memang dibangun untuk menjaga dan merawat sejarah yang mungkin terlupakan.

Dari cerita Danny Yatim, penulis dan dosen pecinta sejarah yang menjadi pemandu tour, pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, suasana di sekitar lokasi sangat mencekam dengan terdengarnya suara tembakan seperti pada masa perang.


Pada saat itu Danny Yatim memang tinggal tak jauh dari lokasi museum. Pada hari yang bersejarah itu, ketika mengetahui dirinya menjadi target utama penculikan dan pembunuhan, Jenderal A H Nasution menyelamatkan diri dengan melompati tembok pagar rumahnya dan berlindung di rumah duta besar Irak.

Sedihnya, sang ajudan tampan yang tengah menanti hari pernikahannya, Pierre Tendean, justru kehilangan nyawa dalam peristiwa itu. Demikian pula Ade Irma Suryani, putri A H Nasution yang baru berusia 5 tahun, terluka tembak dan meninggal di rumah sakit beberapa hari kemudian.

Diorama Ade Irma Suryani dalam keadaan bersimbah darah dalam gendongan Mardiah, adik dari A H Nasution, bisa disaksikan di museum ini. Demikian pula diorama penangkapan Pierre Tendean di paviliun, tempat sang ajudan menginap pada malam sebelum kejadian.

Melihat diorama itu, saya bisa membayangkan suasana pada saat kejadian. Adegan penyergapan Pasukan Tjakrabirawa dengan senjata laras panjang yang mengendap-endap di depan pintu kamar AH Nasution memang terlihat nyata.

Saya sendiri sempat terlonjak kaget ketika pertama kali melihatnya.

Selain diorama yang menggambarkan penyerangan Pasukan Tjakrabirawa, ada pula patung saat Jenderal AH Nasution menyelamatkan diri melompati tembok, hingga peristiwa tertembaknya Ade Irma Suryani dan ditangkapnya Pierre Tendean.

Koleksi museum ini berupa barang-barang pribadi AH Nasution seperti pakaian dinas, senjata, buku, hingga perabotan rumah. Termasuk kamar Jenderal AH Nasution dengan pintu yang berlubang tertembus peluru.

Selain foto-foto keluarga yang terpajang di dinding, terdapat satu ruang khusus di dalam museum yang memajang foto, lukisan dan benda-benda pribadi termasuk boneka kesayangan milik Ade Irma Suryani.

Museum ini dibuka setiap hari Selasa-Minggu. Tidak dikenakan biaya untuk memasuki museum.

Membagikan
Exit mobile version