Selasa, Oktober 8


Jakarta

Alex Rins merasa frustrasi dengan Yamaha YZR-M1 tunggangannya. Segala hal sudah dicoba namun Yamaha masih saja tertinggal dari rival-rivalnya.

MotoGP Jepang 2024 sepertinya akan jadi momen yang tak bakal diingat Alex Rins. Rider Yamaha itu finis 40 detik lebih lambat dari sang jawara Francesco Bagnaia. Hasil itu membuat Rins kecewa berat. Kondisi fisiknya bahkan sudah terkuras namun terasa sia-sia dengan hasil tersebut.

“Balapan yang sangat sulit, saya tak tahu harus berkata apa. Saya sangat terpukul karena menyelesaikan semua lap dengan kondisi jantung berdetak 190 kali per menit untuk memberikan yang terbaik dan meraih kemenangan. Awalnya tidaklah buruk, saya menggunakan setelan seperti di Austria untuk melihat apakah kami dapat meningkatkan pengereman dan ban belakang lebih banyak menyentuh aspal,” ujar Rins dilansir Motosan.


Menurutnya, saat awal balapan dia cukup percaya diri. Namun 10 lap jelang balapan berakhir dengan kondisi ban mulai aus, dia kesulitan mengendalikan motor. Pun di trek lurus, aku Rins, motornya seperti meluncur.

“Kami harus mencari solusi, karena ini bukan cara yang tepat dan saya tidak senang dengan pekerjaan yang kami lakukan. Kami tidak akan mengenalkan mesin V4 di sisa balapan musim ini. Kalau semua berjalan lancar, mungkin mesin itu baru ada pada pertengahan musim depan, tapi kami membutuhkan sesuatu sebelum itu,” katanya lagi.

Saat ini, mantan rider Suzuki itu mengungkap rival terkuatnya adalah Fabio Quartararo. Ya, rekan setimnya sendiri yang sama-sama menunggangi Yamaha YZR-M1. Kendati demikian, Fabio mencatat waktu lebih baik dari Rins maupun Remy Gardner. Di sisi lain, Quartararo juga tak menjalani balapan dengan mulus.

Dalam tiga balapan terakhir, Quartararo mengalami kehabisan bahan bakar. Dalam balapan di seri Emilia Romagna pun Quartararo yang harusnya bisa finis ke-5 tapi karena kehabisan bensin dia finis ke-7.

“Masalah konsumsi bahan bakar di Motegi? Tidak. Saya hanya melakukan penghematan satu lap, menarik kopling di trek lurus untuk menghemat bahan bakar,” beber Rins.

“Kami berada di posisi kritis, bukan karena kami tidak bekerja, kami bekerja, tetapi melihat Anda sudah mengerahkan segalanya dan itu tak bekerja membuat frustrasi. Denyut jantung saya berdetak 190 kali per menit di setiap balapan untuk finis terakhir, 40 detik di belakang yang pertama. Memang rumit, tetapi kami memberikan segalanya dan harus bersabar. Apakah elektronik jadi kuncinya? Saya tidak tahu, kami belum menemukan apa yang kami cari,” pungkasnya.

(dry/rgr)

Membagikan
Exit mobile version