Minggu, Maret 16
Jakarta

Ketika matahari mulai tenggelam pada Selasa, 12 Agustus 2024, saya dan 13 rekan dari DKM Toyota Islamic Center bersiap untuk petualangan yang telah lama kami impikan, yaitu mendaki Gunung Fuji. Bersama peserta open trip lainnya, kami berangkat dengan semangat membara, siap menaklukkan atap Jepang.

Perjalanan dimulai dengan menaiki Toyota Hiace yang membawa kami menuju Stasiun 5 Fujinomiya. Selama musim pendakian, jalan menuju stasiun ini ditutup untuk kendaraan pribadi, jadi kami harus parkir di Mizugazuka dan melanjutkan dengan bus antar jemput. Bus ini hilir mudik setiap 30 menit dengan biaya 1.500 yen (Rp 165 ribu) yang mengantar kami ke titik awal pendakian.

Terdapat 7 pos atau stasiun pada trek Fujinomiya, yaitu Stasiun 5, Stasiun 6, Stasiun 7 Baru, Stasiun 7 Lama, Stasiun 8, Stasiun 9, dan Stasiun 9,5. Di Stasiun 5, kami mengemas kembali barang, makan malam, shalat, dan beristirahat sejenak di rest house. Pukul 20.00 JST, pendakian dimulai.


Trek Fujinomiya, meski tersingkat namun terkenal menantang. Malam itu, pemandangan dari ketinggian sungguh menakjubkan. Awan tipis dan gemerlap lampu kota di bawah menciptakan panorama yang sulit dilupakan.

Sekitar pukul 23.00 JST, saya berhenti sejenak untuk mengabadikan momen ini. Gunung Fuji, dengan ketinggian 3.776 meter, adalah gunung tertinggi di Jepang dan menjadi simbol nasional yang memikat banyak pendaki dari seluruh dunia. Tiba di Pos 8 pada pukul 01.37 JST, kami beristirahat selama satu jam. Udara dingin mulai menusuk, namun semangat kami tetap memanas.

Pukul 03.18 JST, kami mencapai Pos 9 dan menikmati udon hangat di pondok Munatsukisanso. Kehangatan udon dan suasana pondok menambah energi kami untuk melanjutkan perjalanan. Akhirnya, pukul 05.14 JST, kami tiba di puncak.

Rasa lelah seketika hilang, digantikan oleh kebanggaan dan kebahagiaan. Saya iseng membawa jas almamater kampus saya, berfoto dengan latar belakang matahari terbit yang menyapa lembut. Dingin memang, tapi cerahnya matahari membelai wajah kami dengan hangat.

Traveler mungkin heran jika puncak Gunung Fuji ini ternyata hanyalah bebatuan, namun itulah kenyataannya. Jangan salah, Gunung Fuji dalam mode ini juga tak kalah indah kok.

Setelah salat subuh dan beristirahat, kami sarapan dan tidur sejenak, mempersiapkan diri untuk perjalanan turun. Pukul 07.00 JST, kami mulai menuruni gunung, dan akhirnya tiba kembali di Stasiun 5 pada pukul 11.10 JST.

Pengalaman mendaki Gunung Fuji ini mengajarkan saya banyak hal. Tantangan dan keindahan yang kami temui di setiap langkah membuat perjalanan ini tak terlupakan.

Bagi Anda yang berencana mendaki, pastikan untuk merencanakan itinerary dengan baik dan mempersiapkan perlengkapan mendaki yang tepat. Meskipun musim panas, suhu di puncak sangat dingin. Untuk informasi lebih lanjut, ada bisa mengunjung situs resmi pendakian Gunung Fuji.

Gunung Fuji bukan hanya destinasi biasa, namun sebuah pendakian yang sarat makna dan keindahan. Saya menyadari bahwa Gunung Fuji bukan hanya sekedar sebuah gunung, tapi dia adalah perjalanan yang menghubungkan pribadi saya dengan alam dan budaya Jepang yang kaya.

Membagikan
Exit mobile version