Jakarta –
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan dalam perkara nomor 19/PUU-XXII/2024 yang meminta agar spa tak dimasukkan ke kategori hiburan seperti diskotek ataupun karaoke. MK menyatakan spa termasuk pelayanan kesehatan tradisional.
Dilihat dari situs MK, Minggu (5/1/2025), putusan itu dibacakan di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (3/1). Permohonan itu diajukan oleh Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Pengusaha Husada Tirta Indonesia, Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan ASTI, PT Cantika Puspa Pesona, CV Bali Cantik, dan PT Keindahan Dalam Jiwa dkk.
Dalam permohonannya, para penggugat meminta MK mengubah Pasal 55 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Berikut ini petitumnya:
1. Mengabulkan Permohonan Para Pemohon;
2. Menyatakan Pasal 55 ayat (1) huruf l pada frasa ‘dan mandi uap/SPA’ Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6757) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Menyatakan Pasal 58 ayat (2) pada frasa ‘dan mandi uap/SPA’ Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6757) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4. Memerintahkan pembuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
Atau Apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono)
Dalam pertimbangannya, MK menguraikan sejarah spa yang diambil dari nama desa kecil di Belgia, Spau di Leige. MK juga menguraikan makna spa dalam bahasa Latin, yakni salus per aquam atau sehat pakai air. Meski spa bukan dari Indonesia, MK mengatakan praktik perawatan spa di Indonesia sudah lama berlangsung dengan berbagai metode perawatan tradisional.
“Artinya, spa merupakan bagian dari perawatan kesehatan tradisional dengan pendekatan holistik untuk menyeimbangkan tubuh, pikiran, dan jiwa yang menggunakan metode keterampilan dan metode,” ujarnya.
MK mengatakan layanan seperti mandi uap/spa memiliki manfaat kesehatan berbasis tradisi lokal sehingga harus dianggap sebagai bagian dari layanan kesehatan tradisional.
“Bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut di atas, dimasukkannya ‘mandi uap/spa’ dalam kelompok diskotek, karaoke, klub malam, dan bar, menjadikan hal tersebut sebagai jenis tontonan, pertunjukan, permainan, ketangkasan, rekreasi atau keramaian untuk dinikmati, yang tidak sesuai dengan jasa pelayanan kesehatan tradisional sehingga menyebabkan kerugian bagi para Pemohon berupa pengenaan stigma yang negatif,” ujar MK.
Meski demikian, MK tidak mengubah pasal yang mengatur besaran pajak bagi mandi uap/spa. MK menilai tidak ada diskriminasi dalam pasal yang mengenakan pajak minimal 40% dan maksimal 75% bagi layanan mandi uap/spa sebagaimana pajak untuk diskotek, karaoke, ataupun klub malam.
“Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, dalil para Pemohon berkenaan dengan frasa ‘dan mandi uap/spa’ dalam Pasal 58 ayat (2) UU 1/2022 yang menetapkan pajak mandi uap/spa sebesar paling rendah 40% dan paling tinggi 75% yang diklasifikasikan sama dengan kelompok hiburan diskotek, karaoke, klub malam, dan bar merupakan tindakan ketidakadilan dan diskriminatif adalah tidak beralasan menurut hukum,” ujar MK.
MK juga menilai para pengusaha mandi uap/spa tidak akan dikenakan pajak ganda dengan adanya aturan itu. Alasannya, menurut MK, subjek hukum pajak barang jasa tertentu (PBJT) adalah konsumen.
Artinya, PBJT dibayarkan oleh konsumen, bukan pengusaha. MK menilai tidak ada pajak ganda bagi pelaku usaha spa/mandi uap.
“Dengan demikian, dalil para Pemohon berkenaan dengan pengklasifikasian pengenaan pajak sebesar 40% dan paling tinggi 75% yang ditetapkan untuk mandi uap/spa berpotensi adanya pengenaan pajak ganda yang akan berdampak langsung pada keberlangsungan usaha pelayanan kesehatan tradisional adalah tidak beralasan menurut hukum,” ujar MK.
Berikut ini putusan MK:
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;
2. Menyatakan frasa “dan mandi uap/spa” dalam Pasal 55 ayat (1) huruf l Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6757) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai sebagai “bagian dari jasa pelayanan kesehatan tradisional”;
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
4. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
Simak juga Video: Menparekraf Jabarkan Hasil Kajian Sementara Dampak Kenaikan Pajak Hiburan
[Gambas:Video 20detik]
(haf/imk)