Senin, September 23


Jakarta

Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menyampaikan mudahnya gempuran produk impor yang masuk ke pasar dalam negeri. Di sisi lain, produk lokal masih kesulitan mengakses pasar global lantaran terhalang persyaratan yang banyak.

Teten mengatakan produk olahan pisang yang ingin dikirim ke luar negeri membutuhkan 21 sertifikat. Selain itu, membutuhkan penyesuaian sertifikat setiap 6 bulan sekali.

“Kalau produk kita masuk ke luar negeri, yang sering ceritakan itu pisang saja itu butuh 21 sertifikat. Ada 3 sertifikat yang setiap 6 bulan harus di-adjust. Padahal mereka nggak punya kebun pisang di Eropa, di Jepang, dan lain-lain. Jadi mereka sebenarnya tidak terganggu dengan produk pisang,” kata Teten saat ditemui di kantor, dikutip Minggu (22/9/2024).


Selain terhalang dengan kebijakan, Teten menambahkan ada produk olahan yang masuk dalam daftar terlarang atau negatif, misalnya sarang burung walet yang masuk daftar negatif di China. Padahal negara tersebut masih mengimpor sarang burung walet dari Indonesia.

“Sama juga, kita mau jual produk olahan, misalnya sarang burung walet ke China. Jadi mereka sudah langsung dimasukkan negatif list. Padahal mereka impor bahan baku dari kita banyak,” jelasnya.

Teten menekankan pentingnya melindungi pasar dalam negeri dari serbuan-serbuan produk impor. Untuk itu, dia mendorong standarisasi menjadi satu kebijakan untuk melindungi UMKM. Dalam hal ini, dia menggandeng Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam hal pengawasan.

“Itu kan salah satu bentuk proteksi mereka terhadap pasar kita. Sementara kita, dengan mudah masukkan produk luar, masuk lewat platform cross-border online. Kita perlu ada lebih ketat juga dan ini bisa menjadi kebijakan non-tarif. Karena kita dengan beberapa negara sudah masuk ada free trade agreement,” tambah Teten.

Sementara itu, Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan UMKM mempunyai potensi besar dalam pertumbuhan ekonomi. Misalnya dalam penyerapan tenaga kerja, sebanyak 1,7 juta UMKM di sektor makanan dan minuman dapat menyerap sebanyak 3,7 juta pekerja.

Namun, saat ini masih ada beberapa kendala yang dihadapi, seperti pembiayaan untuk izin edar. Untuk itu, melalui kerja sama dengan Kemenkop UKM dapat memberikan pendampingan hingga insentif khusus untuk pelaku UMKM.

“Dan itu kita yakin bahwa UMKM ini merupakan bukan hanya buffer atau pendukung utama ekonomi nasional kita, tapi kalau ini ambruk, negeri kita bisa sangat berbahaya. Oleh karena, itu kami juga sepakat dengan statement tadi, tagline tadi, bahwa kita akan melakukan proteksi,” kata Taruna.

(kil/kil)

Membagikan
Exit mobile version