Minggu, Februari 2


Ciamis

Siapa sangka di Ciamis, ada satu produsen kosmetik yang masih bertahan di tengah gerusan zaman. Mari mengenal lebih dekat bedak Saripohatji yang legendaris.

Generasi zaman sekarang mungkin asing dengan bedak Saripohatji. Bedak tradisional Saripohatji ini sempat tenar di kalangan kaum perempuan di tahun 1950 hingga awal tahun 2000-an.

Kosmetik ini diklaim memiliki segudang khasiat untuk kesehatan kulit terutama wajah. Banyak masyarakat yang mengira pabrik bedak ini sudah tidak produksi. Ternyata bedak yang terbuat dari bahan alami tersebut masih tetap produksi dan dipasarkan meski di tengah gempuran kosmetik modern.


Bedak Saripohatji diciptakan pada tahun 1927 oleh Marijah, seorang ibu rumah tangga asal Ciamis. Awalnya bedak dingin tersebut hanya untuk digunakan sendiri.

Tapi banyak tetangga yang menyukainya. Kemudian Marijah dan suaminya memutuskan untuk memproduksinya dalam jumlah besar.

Bedak Saripohatji aman digunakan oleh semua kalangan umur dari anak sampai dewasa, mengingat tidak menggunakan bahan kimia. Saripohatji dibuat dari bahan alami mulai dari beras, temu giring, kunyit, temulawak, kencur dan juga daun saga.

Sejak dulu, bedak Saripohatji dikenal memiliki manfaat untuk menyehatkan kulit wajah, membuat wajah menjadi cerah serta melindungi dari sinar matahari.

Bedak Saripohatji yang diproduksi di Ciamis. Foto: Dadang Hermansyah/detikJabar

Agus Wahyu (63) pengelola perusahaan bedak Saripohatji generasi ketiga pun menceritakan perjalanan bedak legendaris ini. Menurutnya, setelah neneknya Marijah membuat bedak dan banyak diminati, Harjo sang kakek pun memiliki ide untuk menjualnya.

“Jadi home industri. Produksinya di rumah secara sederhana dengan bahan alami. Banyak peminatnya kemudian berkembang. Akhirnya di tahun 1950 diresmikan dan secara administrasi memiliki izin. Kalau bedaknya sudah ada sejak 1927,” ungkap Agus saat ditemui di pabrik bedak Saripohatji.

Asal Usul Nama Saripohatji

Agus menjelaskan nama Saripohatji diambil dari nama mitologi Sunda yakni Dewi Pohatji yang berarti Dewi Kecantikan. Pada kemasan bedak yang berwarna kuning, terdapat foto Ibu Marijah (pencipta) serta di bagian belakangnya terdapat keterangan bahan, cara pemakaian dan khasiatnya.

Sejak masa kejayaannya, pabrik bedak Saripohatji ini mampu mempekerjakan warga setempat hingga 60 orang lebih. Namun kini pegawai hanya ada 10 orang saja dengan beberapa tugas masing-masing.

Tim detikJabar berkunjung ke pabrik yang berada di Jalan Ir H Juanda atau dikenal Kawasan Saripohatji, Kamis (16/5). Di dalam pabrik itu, ada 5 ibu-ibu yang sudah berumur sedang membentuk adonan bedak jadi butiran kecil.

Ada 1 orang dari ibu-ibu bolak balik menjemur agar bahan cepat mengering dan siap dikemas. Dibutuhkan 1-3 hari untuk menjemur adonan bedak sampai kering, tergantung sinar matahari.

“Kondisinya hanya ada 10 pegawai saja, dari yang menggiling bahan, mencetak dan mengemas. Kalau dulu sampai puluhan,” kata Agus.

Masa kejayaan bedak Saripohatji terjadi di tahun 60-an sampai tahun 90-an. Pada awal tahun 2000-an, peminat bedak Saripohatji mulai berkurang. Hal itu terjadi diduga mulai bermunculan bedak atau kosmetik modern.

“Kalau dulu pemasaran di wilayah Priangan seperti Garut, Tasik, Ciamis, sampai Pangandaran dan juga Bandung. Sehari bisa produksi sampai ribuan kantong,” jelasnya.

Kini pabrik hanya bisa produksi bedak Saripohatji sekitar 50 boks, atau 1 boks berisi 50 kantong. Harga bedak Saripohatji dari pabrik Rp 3 ribu per kantong yang berisi 30 butir.

“Sekarang kalau mau beli di pasar juga masih ada tapi tidak semua toko da mungkin,” jelasnya.

Agus menegaskan, bedak Saripohatji ini tujuannya lebih kepada perawatan kulit. Penggunaannya bisa dibuat masker dicampur air atau madu. Bila dipakai rutin maka kulit wajah akan menjadi mulus dan sehat serta bebas dari jerawat.

“Bisa juga untuk melindungi wajah dari sinar matahari, dipakai dipupur saja kalau orang tua. Tapi kalau remaja kebanyakan dibuat masker,” ungkapnya.

Agus pun bertekad untuk mempertahankan pabrik untuk produksi. Menurutnya, kiatnya masih tetap bertahan karena hingga kini masih ada pelanggan dan masyarakat yang memakai bedak Saripohatji.

“Masih bertahan karena masih ada yang pakai meskipun tidak sebanyak dulu. Juga mempertahankan warisan,” ucapnya.

Pabrik sempat berhenti berproduksi dari Januari sampai April 2024. Hal itu karena pemasaran bedak tidak lancar. Sehingga barang masih menumpuk. Proses pemasarannya pun masih terbilang konvensional, tidak ada melalui online.

“Ini baru produksi lagi, kemarin beberapa bulan tidak produksi karena barang tidak keluar. Sekarang sudah keluar jadi mulai lagi. Pemasaran masih tradisional. Kalau yang online itu ya mungkin yang beli dari sini lalu dijual lagi,” kata Agus.

——-

Artikel ini telah naik di detikJabar.

Simak Video “Heboh Suami Mutilasi Istri di Ciamis, Mayatnya Dijual ke Warga
[Gambas:Video 20detik]
(wsw/wsw)

Membagikan
Exit mobile version