Rabu, Oktober 2

Jakarta

Bulan Bahasa adalah istilah khusus untuk bulan Oktober. Adanya Bulan Bahasa setiap tahun ini berhubungan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada tanggal 28 Oktober.

Lalu, mengapa Oktober disebut sebagai Bulan Bahasa? Bagaimana sejarahnya? Simak ulasan di bawah ini.

Dikutip dari situs Kemdikbud, Bulan Bahasa dan Sastra Indonesia setiap Oktober berkaitan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda. Bulan Bahasa dilaksanakan sejak tahun 1980 hingga saat ini.


Bulan Bahasa tidak hanya untuk memperingati Sumpah Pemuda, melainkan untuk membina dan mengembangkan bahasa dan sastra Indonesia. Selain itu, Bulan Bahasa dan Sastra Indonesia pada Oktober diharapkan dapat memelihara semangat dan meningkatkan peran masyarakat luas dalam menangani masalah bahasa dan sastra Indonesia.

Oktober diperingati sebagai Bulan Bahasa karena pada bulan tersebut terdapat peristiwa penting, yaitu lahirnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Saat itu, para pemuda mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang mengikat keberagaman bangsa Indonesia sebagai bangsa yang satu.

Selain itu, pada tanggal 28 Oktober 1928, dilakukan penetapan bahasa resmi yang digunakan masyarakat, yaitu Bahasa Indonesia. Maka dari itu, Oktober dijuluki sebagai Bulan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Sejarah Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober

Mengutip situs Museum Sumpah Pemuda Kemdikbud, lahirnya Sumpah Pemuda bermula dari Kongres Pemuda II yang digagas oleh Persatuan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) dan dihadiri oleh organisasi pemuda, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Pemoeda Indonesia, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Sekar Rukun, Jong Ambon, dan Pemuda Kaum Betawi.

Sumpah Pemuda berasal dari Kongres Pemuda yang dilaksanakan dua kali, yaitu tanggal 27 Oktober dan 28 Oktober 1928. Berikut informasinya.

1. Kongres Pertama (27 Oktober 1928)

Kongres pertama tanggal 27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Rapat ini diharapkan dapat memperkuat semangat persatuan para pemuda.

Kemudian, acara dilanjutkan dengan uraian dari Moehammad Jamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.

2. Kongres Kedua (28 Oktober 1928)

Rapat kedua pada Minggu, 28 Oktober 1928 di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, serta keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah.

Sesi berikutnya, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Kemudian, Ramelan mengatakan bahwa gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.

Rapat kedua inilah yang menghasilkan sebuah rumusan dikenal dengan Sumpah Pemuda. Isi Sumpah Pemuda terdiri dari tiga poin, yaitu:

Pertama: Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea: Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga: Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

(kny/imk)

Membagikan
Exit mobile version