Selasa, Oktober 22


Jakarta

Kabinet Merah Putih era Presiden Prabowo Subianto membawa sosok-sosok baru. Salah satunya adalah Widiyanti Putri Wardhana sebagai Menteri Pariwisata dan Ni Luh Puspa sebagai Wakil Menteri Pariwisata.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah berdirinya Kementerian Pariwisata, mereka akan dipimpin oleh Menteri dan Wakil Menterinya yang keduanya sama-sama wanita.

Widiyanti Putri Wardhana berlatar belakang seorang pengusaha. Sedangkan Ni Luh Puspa berlatar belakang seorang penyiar TV


Dua figur ini kini menjadi tumpuan harapan bagi masa depan industri pariwisata Indonesia, yang selama satu dekade terakhir menghadapi tantangan struktural, pandemi global, hingga perubahan preferensi wisatawan internasional.

Maka, wajar jika publik menantikan gebrakan 100 hari pertama mereka untuk memberikan sinyal positif bagi sektor yang dianggap sebagai motor perekonomian Indonesia.

Menghadapi Kompleksitas Tantangan di Lapangan

Sektor pariwisata Indonesia masih belum pulih sepenuhnya pasca-pandemi COVID-19. Data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada tahun 2023 mencapai 7,4 juta orang, meningkat dari tahun sebelumnya tetapi masih jauh dari angka 16 juta kunjungan pada tahun 2019.

Angka tersebut mengindikasikan kebutuhan akan strategi yang lebih inovatif dan agresif guna mengembalikan Indonesia sebagai destinasi utama di kawasan Asia Tenggara.

Widiyanti Putri Wardhana dan Ni Luh Puspa dihadapkan pada beberapa tantangan besar, di antaranya permasalahan konektivitas, diversifikasi destinasi, dan penguatan kualitas sumber daya manusia pariwisata.

Strategi Transformasi yang Diharapkan

Publik kini menunggu langkah konkret apa yang akan dilakukan oleh Menpar Widiyanti dan Wamenpar Ni Luh Puspa dalam 100 hari pertama mereka. Fokus utama yang diharapkan adalah pembangunan ekosistem pariwisata yang berkelanjutan dan inklusif.

Presiden Prabowo telah menekankan pentingnya percepatan pembangunan infrastruktur di destinasi pariwisata utama dan sekunder, peningkatan promosi pariwisata berbasis digital, serta pengembangan ekowisata yang melibatkan masyarakat lokal.

Pendekatan yang mengedepankan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah perlu diperkuat. Salah satu contoh yang bisa diadopsi adalah program “Village Tourism” di Thailand yang sukses mengangkat perekonomian lokal melalui pelibatan masyarakat secara langsung.

Selain itu, strategi pemasaran berbasis digital yang lebih personal dan interaktif perlu diutamakan, mengingat tren wisatawan saat ini yang lebih banyak mengandalkan rekomendasi digital dan media sosial.

Membangun Kembali Kepercayaan Wisatawan Global

Dua tahun terakhir, Indonesia menghadapi berbagai krisis citra di sektor pariwisata, mulai dari bencana alam hingga masalah keamanan, sampah yang mencoreng kepercayaan wisatawan.

Langkah konkret yang bisa dilakukan adalah memperbaiki kualitas layanan, memperkuat narasi destinasi yang aman, nyaman, dan kaya akan pengalaman unik.

Negara-negara seperti Jepang dan Selandia Baru sukses menarik minat wisatawan global dengan strategi yang mengutamakan kualitas pengalaman wisata dan promosi kebersihan serta keamanan.

Widiyanti Putri dan Ni Luh Puspa harus mampu memanfaatkan momentum ini untuk membangun kembali narasi positif tentang pariwisata Indonesia.

Selain itu, kerja sama dengan sektor swasta dalam memfasilitasi investasi infrastruktur, hotel, dan sarana transportasi juga harus terus ditingkatkan. Tanpa langkah-langkah strategis ini, target 18 juta kunjungan wisman pada 2025 akan sulit tercapai.

Kecerdasan Ekonomi dalam Pariwisata

Satu hal yang kerap terlupakan dalam pengembangan pariwisata adalah pendekatan berbasis ekonomi yang lebih cerdas. Kontribusi pariwisata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sekitar 4,8% pada 2022, dan angka ini masih jauh dari harapan.

Sektor pariwisata perlu didorong untuk menjadi lebih dari sekadar pemasok devisa, ia harus bisa menciptakan lapangan kerja, mendukung industri lokal, dan menjadi tulang punggung perekonomian berkelanjutan.

Langkah untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja pariwisata menjadi kunci, termasuk pelatihan keterampilan digital, bahasa, serta pemahaman budaya lokal yang lebih mendalam. Ini akan memberikan kesan mendalam kepada wisatawan tentang keunikan dan keramahtamahan Indonesia, yang selama ini menjadi daya tarik utama.

Menanti Gebrakan Inovatif

Gebrakan 100 hari pertama dari Menteri Widiyanti Putri Wardhana dan Wakil Menteri Ni Luh Puspa sangat dinantikan oleh seluruh pemangku kepentingan pariwisata. Bukan hanya sekadar retorika atau janji manis, tetapi aksi nyata yang mampu mengembalikan kejayaan pariwisata Indonesia.

Dengan mengusung strategi yang berbasis data, responsif terhadap tren global, dan inklusif bagi masyarakat lokal, duo ini diharapkan bisa menjadi motor perubahan yang membawa pariwisata Indonesia ke arah yang lebih cerah.

Pakar pariwisata, Taufan Rahmadi Foto: (dok. Istimewa)

Masyarakat kini menunggu, apa langkah pertama yang akan mereka ambil? Apakah kolaborasi dengan sektor swasta akan diprioritaskan? Atau, adakah langkah-langkah baru yang lebih inovatif yang bisa diharapkan?

Seperti misalnya, bagaimana pariwisata harus bisa menjadi salah satu solusi kemiskinan di Indonesia, dimana hal ini selaras dengan apa yang menjadi cita-cita Presiden Prabowo.

Waktu 100 hari akan menjadi ujian pertama yang akan membuktikan apakah harapan-harapan besar tersebut dapat diwujudkan oleh mereka berdua.

—–

Artikel ini ditulis Taufan Rahmadi, Pakar Strategi Pariwisata Nasional. Artikel merupakan kiriman pembaca detikcom.

(wsw/wsw)

Membagikan
Exit mobile version