Kamis, Oktober 3


Jakarta

Polisi telah melengkapi berkas perkara terkait kasus kekerasan terhadap anak di Daycare Wensen School Indonesia (WSI) oleh pemilik WSI, Meita Irianty (37) alias Tata Irianty. Meita dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok hari ini.

“Selasa, 1 Oktober 2024, jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Depok telah menerima pelimpahan Tersangka dan barang bukti (tahap 2) atas nama Meita Irianty alias Tata, binti Erlan Pujiono, dari penyidik Polres Metro Depok, di mana sebelumnya terhadap perkara tersebut telah dinyatakan lengkap oleh JPU,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Depok M Arief Ubaidillah dalam keterangannya, Selasa (1/10/2024).

Meita dilakukan penahanan selama 20 hari di Rutan Cilodong, Depok. Jaksa saat ini tengah melengkapi surat dakwaan untuk segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Depok.


“Selanjutnya terhadap tersangka Meita Irianty, dilakukan penahanan oleh JPU selama 20 hari di rutan Cilodong. Kemudian JPU akan mempersiapkan kelengkapan administrasi berkas perkara untuk segera melimpahkannya ke Pengadilan Negeri Depok untuk disidangkan,” jelasnya.

Dia mengatakan Meita disangkakan melanggar Pasal 80 ayat (2) atau Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

LPSK Beri Perlindungan ke 11 Orang di Kasus Meita

Sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga telah memberikan perlindungan kepada 11 orang terkait kasus Meita Irianty (37) ini. LPSK menilai perlunya perlindungan dalam kasus ini karena dua korban adalah anak-anak.

Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo mengungkapkan bahwa 11 orang yang menerima perlindungan LPSK terdiri atas 2 korban (anak), 1 pelapor (ayah korban), dan 8 saksi (pengasuh) di WSI.

“Kami memahami pentingnya perlindungan dalam kasus ini, mengingat dampaknya terhadap korban yang masih berusia anak-anak dan perlu dipulihkan. Selain itu, juga penting untuk melindungi para Saksi yang telah dan akan terus berkontribusi dalam pengungkapan perkara guna mendukung upaya penegakan hukumnya,” kata Antonius dalam keterangan yang diterima, Jumat (20/9).

Perlindungan tersebut diberikan berdasarkan putusan Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL) pada Selasa (17/9), yang dihadiri oleh tujuh komisioner LPSK.

Antonius mengatakan delapan terlindung yang berstatus saksi mendapat program pemenuhan hak prosedural dan dua di antaranya mendapat rehabilitasi psikologis. Pemenuhan hak prosedural diberikan meliputi pendampingan dalam proses hukum dan rehabilitasi psikologis dalam mendukung upaya pemulihan kondisi psikologis para saksi.

Adapun dua korban yang merupakan anak mendapat perlindungan berupa fasilitasi restitusi. Sementara satu pelapor mendapat perlindungan pemenuhan hak prosedural.

“Diperlukan penguatan pengawasan agar perkara serupa tidak terjadi lagi. Kita ketahui bahwa usia anak adalah masa perkembangan penting dan Anak termasuk kelompok rentan yang mengalami kekerasan,” ungkap Antonius.

Dalam proses penelaahan permohonan perlindungan, LPSK berkoordinasi dengan Unit PPA Polres Kota Depok, UPTD PPA Kota Depok dan RS Mitra Keluarga Depok. Hal ini dilakukan untuk menghimpun keterangan, asesmen kebutuhan Terlindung dan layanan yang sudah diberikan oleh lembaga terkait.

Saat ini proses hukum terhadap pelaku masih berjalan. LPSK berkomitmen untuk terus mendampingi para korban dan saksi guna memastikan keadilan dapat ditegakkan.

“Kasus ini juga mencerminkan pentingnya peningkatan pengawasan terhadap tempat penitipan anak, di tengah kebutuhan daycare yang meningkat,” pungkas Antonius.

(whn/whn)

Membagikan
Exit mobile version