Rabu, Desember 18


Jakarta

Maxim’s adalah salah satu merek roti legendaris di Indonesia. Dipasarkan lebih dari 50 tahun lalu, roti Maxim’s punya keistimewaan yang bikin produknya jadi incaran warga elite.

Modern, higienis, dan halal menjadi moto roti Maxim’s, yang mulai diproduksi pada 1971. Perusahaan yang didirikan keluarga Angkawidjaja ini tak cuma menggunakan mesin pengolah adonan, pemanggang, dan pemotong modern yang didatangkan dari luar negeri, terigunya pun demikian. Tak heran bila manajemen roti ini memilih masyarakat kelas menengah sebagai pangsa pasarnya.

“Sejak awal distribusi ke toko-toko atau kawasan permukiman elite, seperti Menteng, Cikini, Jalan Sabang, hingga Melawai di Blok M menggunakan mobil, bukan gerobak yang dikayuh seperti becak layaknya roti-roti merek lain,” tutur Jahja Angkawidjaja, Direktur Maxims International Limited, dikutip dari majalah Bakery edisi Juni 2010.


Ketika roti lain masih dikemas dengan kertas, Maxim’s sudah menggunakan plastik. Juga dilengkapi penanda warna tertentu sebagai penunjuk waktu produksi dan masa kedaluwarsa. Selain itu, semua roti produksi Maxim’s juga diklaim halal.

Pabrik sekaligus toko roti Maxim’s yang berdiri sejak 1971 di Jalan Raya Bogor Km 39 (Sudrajat/detikcom)

Pemasaran atau pendistribusian roti sengaja tidak menggunakan gerobak atau sepeda, ia melanjutkan, untuk menjaga image. Juga tidak merusak pasar roti konsumen kelas bawah. Roti ini menjadi istimewa karena aroma dan rasanya. Maklum, bahan bakunya diimpor dari Singapura.

Namun, pada 1972, pemerintah menghentikan impor terigu karena Indonesia sudah punya pabrik tepung sendiri, Bogasari milik konglomerat Liem Sio Liong. Pada 1997, keran impor terigu kembali dibuka dan Maxim’s beralih membelinya dari Australia.

Ketika pada 2008 harga terigu impor naik hingga 400 persen, sejumlah perusahaan roti mengurangi kadar terigu mereka atau menaikkan harga jual roti. Namun Maxim tidak. “Kami tidak mau membohongi konsumen dan menurunkan kualitas roti, tapi memilih mengurangi ukurannya agar rasa tidak berubah dan harga juga tidak melonjak,” tutur Jahja.

Selain itu, Maxim juga tetap menggunakan metode Sponge and Dough atau membiarkan adonan biang terfermentasikan selama 3-6 jam, khusus untuk roti tawar agar tetap harum dan lembut teksturnya.

Esty menyebut roti-roti produksi Maxim’s lembut dan terasa beda dengan roti-roti lain yang banyak beredar. (Sudrajat/detikcom)

“Untuk rasanya, nggak ada yang gagal. Lembut dan terasa beda dengan roti-roti lain yang banyak beredar,” ujar Esty Nuryaningsih, seorang pengunjung, saat ditemui di pabrik roti Maxim’s, Sabtu (14/12). Susnya, ia menambahkan, juga enak dan bikin cepat kenyang karena ukurannya jumbo.

Ada belasan pelanggan lain yang terlihat antre pagi itu. Mereka umumnya menyebut roti almond cokelat dan raisin cinnamon sebagai favoritnya. Selain itu, roti kering (melba toast) Maxim’s sepertinya juga juara. Buktinya, mereka rela menunggu pesanannya hingga lebih dari satu jam dan membelinya berdus-dus. “Ini untuk oleh-oleh ke Surabaya. Kalau roti kering kan lebih awet,” ujar Rina E Runawas, pelanggan asal Bogor, yang membeli lima dus.

Setelah lebih dari setengah abad beroperasi, Maxim’s dikabarkan akan menghentikan operasi mulai awal 2025. Mungkin karena itu, dalam beberapa pekan terakhir, banyak warga yang punya kenangan khusus dengan roti merek ini berbondong-bondong membeli untuk terakhir kalinya.

(adr/adr)

Membagikan
Exit mobile version