Minggu, Januari 26


Bandung

Pasar tradisional Sunda ala zaman dulu ternyata masih ada di pelosok Bandung. Pasar ini cocok dikunjungi untuk libur long weekend.

Konsep wisata di pasar tradisional jadul itu dibuat oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kelurahan Cisurupan, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung. Pasar Padaringan, begitu namanya.

Padaringan di nama pasar ini merupakan singkatan dari Pakarangan Dapur Seni Budaya Sareng Ibing Cisurupan. Pasar Padaringan digelar di kawasan hutan bambu, tepatnya di Leweung Awi Mbah Garut.


Sejumlah kios yang terbuat dari bambu berdiri di tempat itu, kios-kios tersebut menjajakan makanan dan minuman khas Sunda. Ada surabi, bandrek, awug, gorengan, leupeut, bandros, dan masih banyak macam-macam kue tradisional lainnya.

Bagi pengunjung yang datang dan ingin membeli makanan dan minuman tradisional di Pasar Padaringan harus menukarkan uang tunainya dahulu dengan koin senilai Rp5 ribu, Rp10 ribu dan Rp20 ribu yang sudah disediakan di loket penukaran uang.

Pasar Padaringan digelar setiap dua kali dalam sebulan dan sudah mendapatkan dukungan dari Pemkot Bandung. Kegiatan ini juga bertujuan untuk menggeliatkan perekonomian masyarakat karena yang menjajakan makanan tradisional di Pasar Padaringan ini merupakan UMKM-UMKM yang ada di Kecamatan Cibiru.

Selain itu, di Pasar Padaringan ini selalu digelar atraksi seni dan budaya yang berasal dari Kecamatan Cibiru dan sekitarnya. Atraksi seni dan budaya ini ditampilkan untuk menghibur pengunjung yang datang ke tempat tersebut.

Pertunjukan seni dan budaya tradisional yang ditampilkan di antaranya jaipongan, benjang, rajawali, reak dan lainnya. Pengunjung yang sudah selesai membeli makanan bisa duduk di kursi bambu yang tersedia, sekaligus menyaksikan penampilan akurasi seni budaya. Salah satunya penampilan Reak dan Rajawali.

Pertunjukan seni di Pasar Padaringan Sunda di Hutan Bambu Cibiru Bandung. Foto: Wisma Putra/detikJabar

“Pasar Padaringan merupakan sebuah pasar tradisional, konsep pasar zaman dulu, makanan tradisional tanpa bahan pengawet dan plastik. Acaranya dua kali dalam sebulan,” kata Ketua Pokdarwis Cisurupan Ari Irawan, Minggu (12/1).

Ari mengungkapkan, pada saat awal-awal digelar kunjungan wisatawan bisa capai 1.000 orang, namun sekarang berkurang dikarenakan faktor cuaca. Namun dalam beberapa kegiatan terakhir, angka kunjungan menunjukan angka normal.

“Sekali event perputaran uang Rp20 jutaan, si sini sistem koin, barter, ada koin khusus tidak bisa pakai uang tunai langsung kalau mau jajan, koinnya ada besaran Rp5 ribu, Rp10 ribu dan Rp20 ribu,” jelasnya.

Ari menilai, Pasar Padaringan sangat berpengaruh dalam meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan dia berharap warga Kota Bandung yang ada di luar Cibiru dapat berkunjung.

“Ke depan luar biasa sangat meningkatkan perekonomian dan seni budaya di kewilayahan saya harap seluruh masyarakat Kota Bandung terus berpartisipasi,” ujarnya.

Sementara itu, salah satu pengunjung yang merupakan warga Cilengkrang, Sujana mengaku terpukau dengan suasana Pasar Padaringan.

“Baru kali ini ke sini, suasananya bagus, asli, tempat wisata di tengah hutan (bambu). saya baru tahu dari anak tempat ini,” ujarnya.

Sujana menyebut konsep Pasar Padaringan sudah bagus, namun akses jalan yang cukup terjal dikeluhkan olehnya.

“Konsepnya lebih ke original Sunda, bagus, budaya Bandung timur, harus terus dilestarikan, akses ke sini harus lebih ditata jalannya cukup terjal, suasananya bagus,” pungkasnya.

——–

Artikel ini telah naik di detikJabar.

(wsw/wsw)

Membagikan
Exit mobile version